Kamis, 08 Maret 2012

Gara Gara Emping dan Kucing


GARA- GARA EMPING DAN KUCING
VIVIE HARDIKA SS

Maya cemberut, “Kita nggak bisa nge-ping lagi.”
“Maksudmu, cinta kita udah nggak lagi merah muda?”
Nikko menghela nafasnya. Duduk berjauhan dengan Maya ternyata nggak enak. Selain kata- kata Maya yang terdengar kurang jelas, ngobrol pun terasa kurang sedap. Tapi Nikko terpaksa harus jauh- jauh dari Maya selama Maya masih menggendong si Tania.
 “Bukan itu maksud aku, Kko. Aku nggak bisa lagi nerusin hubungan kita.”
 “Kenapa?”
“Pokoknya nggak bisa lagi, Ko..” Kata Maya sambil mengelus bulu- bulu kucing angoranya.
GUBRAKK!!
Apakah itu artinya?
OH NO!
“Kamu serius, May?”
“Aku serius, Ko.”
“Kenapa? Apa karena kamu pingsan gara- gara emping?”
Maya mengangguk cepat. Masih mengelus- elus bulunya si Tania, Maya menuturkan apa penyebab ia mau putus sama Nikko.
“Selama ini aku mencoba untuk melupakan perbedaan kita, tapi tetep aja nggak bisa. Aku nggak bisa maksa diriku untuk menyukai emping, karena memang aku nggak suka emping. Kejadian kemaren membuat aku sadar, sepertinya kita harus jalan masing- masing, ko. Aku capek terus- terusan ngelarang kamu yang suka emping, makanya aku mundur.”
Nikko diam. Rasanya lidahnya kelu, sehingga kata- kata yang sudah terangkai di otaknya buyar begitu saja.
“Aku juga nggak bisa jauh- jauh dari Tania. Maaf, Nikko!”
“Tapi, May..”
“Kamu tahu kan kalau emping itu bisa bikin pening. Belum lagi asam urat? Kamu mau masih muda udah kena penyakit asam urat? Emping! Pelan- pelan emping akan membunuh kamu!” kata seperti ini sudah berulang kali dikatakan Maya.
Nikko yang maniak emping, nggak pernah suka ada yang ngomongin emping yang enggak- enggak di depannya. Hal inilah yang sering mengundang kegaduhan diantara mereka berdua. Maya nggak suka emping, dan Nikko nggak suka bulu kucing. Jikalau menyangkut kedua benda ini, Nikko dan Maya selalu bertengkar, dan kunjungan malam minggu selalu saja berakhir dengan saling ngambek.
Kemaren, Maya mencoba untuk makan emping. Berupaya menyukai emping juga agar pacaran mereka nggak akan berantakan lagi hanya karena emping. Masalah kucing, bisa diurus belakangan, pikir Maya. Tapi hasilnya, Maya malah merasakan pening yang luar biasa, dan pingsan! Padahal maya baru memakan satu emping!
Nikko melotot, “Apa bedanya sama kucing? Kalau bulu kucing masuk hidung atau mulut, kamu akan kena batuk yang lama. Dan itu artinya, bulu kucing juga bisa membunuhmu secara perlahan tahu, nggak?”
Mendapat pendelikan dari Nikko, Maya nggak terima. Ia bangkit dan sempat menghentakkan kakinya, lalu masuk ke dalam rumah tanpa basa- basi.
**

“Serius? Cuma gara- gara emping doang kamu diputusin Maya?”
Mata Kenan melotot, hampir saja keluar dan keningnya terus berkerut. Kenan nggak habis fikir kalau Maya sampai mutusin Nikko hanya karena kemaren Maya pingsan makan emping.
“Gara- gara kucing juga!”
“Tragis bener nasibmu, ko. Hahaha..”
Nikko melirik ke Kenan yang dengan seenaknya terbahak- bahak di atas penderitaannya.
“Kamu sih, ngemil kok malah emping. Pizza kek, burger kek, bukannya emping. Haha..” Kenan mengulangi tawanya sampai menggema ke sudut- sudut kelas.
“Aku besar dikeluarga pembuat emping, Ken. Keluargaku bisa makan karena jual emping. Wajar dong kalau aku suka emping.” Jelas Nikko.
Bibir kenan membulat. Kenan memang tahu kalau keluarga Nikko adalah pengusaha emping.
“Maya bilang, kita nggak bisa nge-ping lagi.” Ujar Nikko lirih.
“Valentine sudah berakhir. Pink sudah tidak ada lagi!” kata kenan prihatin.
“Bukan pink yang itu maksudku, Ken. Ping. Ping.” Nikko sampai mengeluarkan handphonenya.
“OH! Kalau gitu, nge-ping sama aku aja, ko! Cek deh, BB-mu sekarang!” ujar Kenan berusaha membuat Nikko tak cemberut lagi.
“Jangan bercanda, ken. Aku pasti kangen ping-an Maya. Setiap hari kami selalu nge-ping, sekarang gara- gara emping dan kucing, Maya mutusin aku.”
Kenan menepuk pundak Nikko. “Haduh, nggak usah dipikirin deh, Ko. Aku jamin deh, ping Maya hilang, ping dari cewek lain menanti. Terus pink lagi deh hatimu!”
“Ini beda, ken!”
Nikko beranjak dan meninggalkan Kenan sendiri di kelas.
**

Maya menurut saat Nikko bilang ia mau bicara sekali lagi. Dilihatnya Nikko sudah duduk di bangku taman. Perlahan Maya mendekat, dan duduk tanpa suara di sebelah Nikko.
Nikko pun menyadari kedatangan Maya meskipun Maya berusaha untuk tidak bersuara. Sedangkan pandangannya lurus ke depan. Mungkin kejadian kemaren membuat mereka gengsi untuk saling menatap.
“Maafin sikapku kemaren yah, May!” ujar Nikko membuka obrolan. Pandangannya masih bebas melebar menatap hamparan luas yang ada di depannya.
Kali ini Nikko bisa sedikit tenang karena Maya nggak membawa Tania. Ya nggak mungkinlah, di sekolah kok bawa kucing?
“Aku juga ya, Ko!” ujar Maya lirih.
“Emping dan kucing. Kita memang nggak akan bisa sepaham mengenai hal ini, tapi…” Nikko menghentikan ucapannya dan merogoh saku celananya.
“Tapi apa?”
“Jika emping ataupun kucing nggak bisa mempersatukan kita, aku tahu masih ada satu benda yang bisa membuat kita bersatu lagi.”
Nikko mengeluarkan cokelat favorit mereka berdua dari saku celananya dan memberikannya kepada Maya. Beberapa detik kemudian Maya dan Nikko kini saling melempar senyum.
**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni