VIVIE HARDIKA SS
Maya
cemberut, “Kita nggak bisa nge-ping lagi.”
“Maksudmu,
cinta kita udah nggak lagi merah muda?”
Nikko
menghela nafasnya. Duduk berjauhan dengan Maya ternyata nggak enak. Selain
kata- kata Maya yang terdengar kurang jelas, ngobrol pun terasa kurang sedap.
Tapi Nikko terpaksa harus jauh- jauh dari Maya selama Maya masih menggendong si
Tania.
“Kenapa?”
“Pokoknya
nggak bisa lagi, Ko..” Kata Maya sambil mengelus bulu- bulu kucing angoranya.
GUBRAKK!!
Apakah itu
artinya?
OH NO!
“Kamu serius,
May?”
“Aku serius,
Ko.”
“Kenapa? Apa
karena kamu pingsan gara- gara emping?”
Maya
mengangguk cepat. Masih mengelus- elus bulunya si Tania, Maya menuturkan apa
penyebab ia mau putus sama Nikko.
“Selama ini
aku mencoba untuk melupakan perbedaan kita, tapi tetep aja nggak bisa. Aku
nggak bisa maksa diriku untuk menyukai emping, karena memang aku nggak suka
emping. Kejadian kemaren membuat aku sadar, sepertinya kita harus jalan masing-
masing, ko. Aku capek terus- terusan ngelarang kamu yang suka emping, makanya
aku mundur.”
Nikko diam.
Rasanya lidahnya kelu, sehingga kata- kata yang sudah terangkai di otaknya
buyar begitu saja.
“Aku juga
nggak bisa jauh- jauh dari Tania. Maaf, Nikko!”
“Tapi, May..”
“Kamu tahu
kan kalau emping itu bisa bikin pening. Belum lagi asam urat? Kamu mau masih
muda udah kena penyakit asam urat? Emping! Pelan- pelan emping akan membunuh
kamu!” kata seperti ini sudah berulang kali dikatakan Maya.
Nikko yang
maniak emping, nggak pernah suka ada yang ngomongin emping yang enggak- enggak
di depannya. Hal inilah yang sering mengundang kegaduhan diantara mereka
berdua. Maya nggak suka emping, dan Nikko nggak suka bulu kucing. Jikalau
menyangkut kedua benda ini, Nikko dan Maya selalu bertengkar, dan kunjungan
malam minggu selalu saja berakhir dengan saling ngambek.
Kemaren, Maya
mencoba untuk makan emping. Berupaya menyukai emping juga agar pacaran mereka
nggak akan berantakan lagi hanya karena emping. Masalah kucing, bisa diurus
belakangan, pikir Maya. Tapi hasilnya, Maya malah merasakan pening yang luar
biasa, dan pingsan! Padahal maya baru memakan satu emping!
Nikko
melotot, “Apa bedanya sama kucing? Kalau bulu kucing masuk hidung atau mulut, kamu
akan kena batuk yang lama. Dan itu artinya, bulu kucing juga bisa membunuhmu
secara perlahan tahu, nggak?”
Mendapat
pendelikan dari Nikko, Maya nggak terima. Ia bangkit dan sempat menghentakkan
kakinya, lalu masuk ke dalam rumah tanpa basa- basi.
**
“Serius? Cuma
gara- gara emping doang kamu diputusin Maya?”
Mata Kenan
melotot, hampir saja keluar dan keningnya terus berkerut. Kenan nggak habis
fikir kalau Maya sampai mutusin Nikko hanya karena kemaren Maya pingsan makan
emping.
“Gara- gara
kucing juga!”
“Tragis bener
nasibmu, ko. Hahaha..”
Nikko melirik
ke Kenan yang dengan seenaknya terbahak- bahak di atas penderitaannya.
“Kamu sih,
ngemil kok malah emping. Pizza kek, burger kek, bukannya emping. Haha..” Kenan
mengulangi tawanya sampai menggema ke sudut- sudut kelas.
“Aku besar
dikeluarga pembuat emping, Ken. Keluargaku bisa makan karena jual emping. Wajar
dong kalau aku suka emping.” Jelas Nikko.
Bibir kenan
membulat. Kenan memang tahu kalau keluarga Nikko adalah pengusaha emping.
“Maya bilang,
kita nggak bisa nge-ping lagi.” Ujar Nikko lirih.
“Valentine
sudah berakhir. Pink sudah tidak ada lagi!” kata kenan prihatin.
“Bukan pink
yang itu maksudku, Ken. Ping. Ping.” Nikko sampai mengeluarkan handphonenya.
“OH! Kalau
gitu, nge-ping sama aku aja, ko! Cek deh, BB-mu sekarang!” ujar Kenan berusaha
membuat Nikko tak cemberut lagi.
“Jangan
bercanda, ken. Aku pasti kangen ping-an Maya. Setiap hari kami selalu nge-ping,
sekarang gara- gara emping dan kucing, Maya mutusin aku.”
Kenan menepuk
pundak Nikko. “Haduh, nggak usah dipikirin deh, Ko. Aku jamin deh, ping Maya
hilang, ping dari cewek lain menanti. Terus pink lagi deh hatimu!”
“Ini beda,
ken!”
Nikko
beranjak dan meninggalkan Kenan sendiri di kelas.
**
Maya menurut
saat Nikko bilang ia mau bicara sekali lagi. Dilihatnya Nikko sudah duduk di
bangku taman. Perlahan Maya mendekat, dan duduk tanpa suara di sebelah Nikko.
Nikko pun
menyadari kedatangan Maya meskipun Maya berusaha untuk tidak bersuara.
Sedangkan pandangannya lurus ke depan. Mungkin kejadian kemaren membuat mereka
gengsi untuk saling menatap.
“Maafin
sikapku kemaren yah, May!” ujar Nikko membuka obrolan. Pandangannya masih bebas
melebar menatap hamparan luas yang ada di depannya.
Kali ini
Nikko bisa sedikit tenang karena Maya nggak membawa Tania. Ya nggak mungkinlah,
di sekolah kok bawa kucing?
“Aku juga ya,
Ko!” ujar Maya lirih.
“Emping dan
kucing. Kita memang nggak akan bisa sepaham mengenai hal ini, tapi…” Nikko
menghentikan ucapannya dan merogoh saku celananya.
“Tapi apa?”
“Jika emping
ataupun kucing nggak bisa mempersatukan kita, aku tahu masih ada satu benda
yang bisa membuat kita bersatu lagi.”
Nikko
mengeluarkan cokelat favorit mereka berdua dari saku celananya dan
memberikannya kepada Maya. Beberapa detik kemudian Maya dan Nikko kini saling
melempar senyum.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni