Rabu, 27 Mei 2015

#MenulisBerantai CLOSE TO YOU (Part 5)

Lanjutan cerita dari @Rismami di blog CLOSE TO YOU Part 4 

RYAN

Gue berniat melambaikan tangan ke Ilham yang duduk sendirian di pojok kantin, tapi anak itu buru-buru cabut begitu saja. Gue mengerutkan dahi, terlebih saat gue sadar bahwa Ilham sempat melirik ke arah gue—lalu buang muka—sebelum dia cabut dari bangkunya. Yang jelas, dari gelagatnya tiap kali papasan sama gue, gue sadar bahwa anak itu memang menjauhi gue. Padahal dia masih punya utang buat ngajarin gue, dan demi itu gue sudah keluar duit banyak.
Apa jangan-jangan karena Pamela? Karena gue ada di sisi Pamela saat cewek itu pingsan? Lalu anak itu cemburu—ah, Ilham terlalu baper.
“Ryan,” seseorang mengelukan gue. Suaranya begitu khas, Raya.
Raya nggak sendirian, ada Pamela di sampingnya—lengkap dengan senyum mautnya. Cewek yang diincar Ilham itu, tanpa disadari Raya, mengedipkan sebelah matanya ke gue. Dan gue sempat melihat, Ilham ternyata belum jauh dari kantin. Ilham ngawasin gue sambil mengepalkan jemarinya. Tatapan matanya ke gue penuh dendam.
Gue semakin yakin, Ilham marah gara-gara Pamela. Ah, peduli apa gue?
***
 

Sudah berhari-hari Ilham menjauhi gue. Gue telepon, dicuekin. Gue BBM, dikacangin. Gue cari di kelas, dianya selalu kabur duluan. Dan hari ini, gue akan membuat perhitungan sama dia. Akan gue cegat dia di pos satpam sepulang sekolah nanti. Gue dan Ilham butuh bicara empat mata. Masa hanya gara-gara Pamela, dia berniat mengobarkan genderang perang sama gue?
“Mas Riyan, Ilham sudah kelihatan,” Suara Pak Karmin—Satpam Sekolah—menggugah lamunan gue.
Gue langsung bangkit dari tempat persembunyian. Jarak Ilham dan pos satpam terpaut beberapa langkah. Mulut gue membuka, bersiap memanggil nama Ilham—lalu Pamela tiba-tiba muncul di depan gue. Tanpa Raya—karena hari ini cewek gue sedang nggak masuk sekolah.
“Ryan, lo pertimbangin deh, gue sayang sama lo.” suara lirih Pamela terdengar menggema keras di telinga gue. “Gue mau jadi yang kedua, kalau lo masih sayang sama Raya.”
Gue nyaris tersedak, dan melirik ke arah Ilham yang jelas mendengarkan percakapan gue dan Pamela. Wajah Ilham memerah. Gue tahu hatinya dongkol sekarang—dia meradang. Sementara itu, di depan gue, ada cewek mungil super imut yang nembak gue.
“Gitu ya, katanya mau bantu mendekati Pamela,” Ilham mendengus. Matanya membara. “Tapi kecengan temen sendiri kamu embat juga.”
Gue mengerjap. Gila, nih kutu buku omongannya pedas juga ya.
“Okelah, gue jalan sama lo, Pamela,” Kata gue santai, mengabaikan Ilham yang siap meledak. Mungkin gue terbawa emosi sama kata-kata Ilham yang keterlaluan. “Jangan sampai Raya tahu.”
Sepasang mata bulat Pamela berbinar. Cewek itu tidak peduli murid lain yang lewat, dan langsung menghambur memeluk gue.
Wajah Ilham semakin merah padam—seperti kepiting rebus. Ilham jelas nggak suka keputusan gue menduakan Raya. Dan, Ilham jelas benci setengah hidup sama gue, yang ‘nyosor’ target dia.
Ilham melesatkan pandangan ala ‘suzanna’ ke gue.
“Aku menyesal temenan sama kamu, Yan.” Ilham mengetatkan rahang. “Ternyata playboy tetap playboy. Penjahat mana sih ada yang insyaf? Pagar makan tanaman. Nusuk dari belakang.”
Gue mengatupkan gigi, tertusuk omongan Ilham. “Hah, lo merasa ketusuk? Cinta itu cepet-cepetan, Bro. Kayak nyari angkot.” Gue terkekeh dengan suara kering.
Ilham berlalu, sementara Pamela cuek.
***


Ditulis untuk #MenulisBerantai #TimPDKT #LoveCycle
@GagasMedia
Simak kelanjutan kisahnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni