Lanjutan cerita dari @Rismami di blog CLOSE TO YOU Part 4
RYAN
Gue berniat melambaikan tangan ke Ilham yang duduk sendirian di pojok
kantin, tapi anak itu buru-buru cabut begitu saja. Gue mengerutkan dahi,
terlebih saat gue sadar bahwa Ilham sempat melirik ke arah gue—lalu buang muka—sebelum
dia cabut dari bangkunya. Yang jelas, dari gelagatnya tiap kali papasan sama
gue, gue sadar bahwa anak itu memang menjauhi gue. Padahal dia masih punya
utang buat ngajarin gue, dan demi itu gue sudah keluar duit banyak.
Apa jangan-jangan karena Pamela? Karena gue ada di sisi Pamela saat
cewek itu pingsan? Lalu anak itu cemburu—ah, Ilham terlalu baper.
“Ryan,” seseorang mengelukan gue. Suaranya begitu khas, Raya.
Raya nggak sendirian, ada Pamela di sampingnya—lengkap dengan senyum
mautnya. Cewek yang diincar Ilham itu, tanpa disadari Raya, mengedipkan sebelah
matanya ke gue. Dan gue sempat melihat, Ilham ternyata belum jauh dari kantin.
Ilham ngawasin gue sambil mengepalkan jemarinya. Tatapan matanya ke gue penuh
dendam.
Gue semakin yakin, Ilham marah gara-gara Pamela. Ah, peduli apa gue?
***
Sudah berhari-hari Ilham menjauhi gue. Gue telepon, dicuekin. Gue BBM,
dikacangin. Gue cari di kelas, dianya selalu kabur duluan. Dan hari ini, gue
akan membuat perhitungan sama dia. Akan gue cegat dia di pos satpam sepulang
sekolah nanti. Gue dan Ilham butuh bicara empat mata. Masa hanya gara-gara
Pamela, dia berniat mengobarkan genderang perang sama gue?
“Mas Riyan, Ilham sudah kelihatan,” Suara Pak Karmin—Satpam Sekolah—menggugah
lamunan gue.
Gue langsung bangkit dari tempat persembunyian. Jarak Ilham dan pos
satpam terpaut beberapa langkah. Mulut gue membuka, bersiap memanggil nama
Ilham—lalu Pamela tiba-tiba muncul di depan gue. Tanpa Raya—karena hari ini
cewek gue sedang nggak masuk sekolah.
“Ryan, lo pertimbangin deh, gue sayang sama lo.” suara lirih Pamela
terdengar menggema keras di telinga gue. “Gue mau jadi yang kedua, kalau lo
masih sayang sama Raya.”
Gue nyaris tersedak, dan melirik ke arah Ilham yang jelas mendengarkan
percakapan gue dan Pamela. Wajah Ilham memerah. Gue tahu hatinya dongkol
sekarang—dia meradang. Sementara itu, di depan gue, ada cewek mungil super imut
yang nembak gue.
“Gitu ya, katanya mau bantu mendekati Pamela,” Ilham mendengus. Matanya
membara. “Tapi kecengan temen sendiri kamu embat juga.”
Gue mengerjap. Gila, nih kutu buku omongannya pedas juga ya.
“Okelah, gue jalan sama lo, Pamela,” Kata gue santai, mengabaikan Ilham
yang siap meledak. Mungkin gue terbawa emosi sama kata-kata Ilham yang
keterlaluan. “Jangan sampai Raya tahu.”
Sepasang mata bulat Pamela berbinar. Cewek itu tidak peduli murid lain
yang lewat, dan langsung menghambur memeluk gue.
Wajah Ilham semakin merah padam—seperti kepiting rebus. Ilham jelas
nggak suka keputusan gue menduakan Raya. Dan, Ilham jelas benci setengah hidup
sama gue, yang ‘nyosor’ target dia.
Ilham melesatkan pandangan ala ‘suzanna’
ke gue.
“Aku menyesal temenan sama kamu, Yan.” Ilham mengetatkan rahang. “Ternyata
playboy tetap playboy. Penjahat mana sih ada yang insyaf? Pagar makan tanaman.
Nusuk dari belakang.”
Gue mengatupkan gigi, tertusuk omongan Ilham. “Hah, lo merasa ketusuk?
Cinta itu cepet-cepetan, Bro. Kayak
nyari angkot.” Gue terkekeh dengan suara kering.
Ilham berlalu, sementara Pamela cuek.
***
Ditulis untuk #MenulisBerantai #TimPDKT #LoveCycle
@GagasMedia
Simak kelanjutan kisahnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni