DON’T LET ME..
EPISODE 4
WILL BE A HERO
Asal punya semangat, dan perjuangan yang tulus, semua
akan indah pada waktunya..
Ari mencium gelagat aneh Raja di siang hari ini.
Sedari tadi Raja cuma diam dengan raut wajah yang murung. Bahkan di kelas tadi,
Ari sampai segan untuk menanyakan kenapa Raja bisa tak seceria biasanya. Ya
memang biasanya nggak ceria- ceria amat, tapi yang pasti biasanya Raja nggak
semiris ini wajahnya. Ari sampai kasihan. Jangan- jangan terjadi sesuatu pada
Raja yang membuat Raja sendiri enggan menceritakannya.
Sedari tadi jikalau diperhatikan, Raja lelet banget.
Mengaduk jus orange kesukaannya pun, Raja belum selesai mengaduk- aduknya
sampai menit ke 20 mereka di kantin kampus. Bahkan mie ayam favoritnya juga
belum di jamahnya sama sekali. Dibiarkan begitu saja, sedangkan perhatian Raja
nggak jelas entah ke mana. Ari berulang kali melongo ke arah yang sama, namun
tak ada yang menarik. Nggak mungkin kalau Raja sedang memandangi ibu kantin
yang gempal itu. Nggak mungkin banget deh, batin Ari.
“Raja, lo kenapa sih?” tegur Ari sembari menggoyang-
goyangkan tangan kanannya ke hadapan Raja.
Barulah Raja berhenti melamun. Wajahnya kembali normal
seperti biasanya, namun tak lantas segera Raja menjawab pertanyaan Ari. Raja
menyedot jus orange yang sudah entah berapa kali ia aduk dan sruuuttt, segeeerr.
“Nggak kenapa- kenapa.” Jelas Raja dengan mimik datar.
Nggak mungkin kalau nggak ada apa- apa. Ari ingin
memaksa Raja menceritakannya, namun percuma jikalau Raja sendiri ogah
menceritakan masalahnya padanya. Lebih baik di alihkan saja pembicaraannya.
“Eh, gimana casting kemaren?” Ari langsung teringat
casting yang ia batali keikutsertaannya kemaren.
Raja nggak segera menjawabnya, ia malah menghela
nafasnya lalu menyerut lagi jus orange kesukaannya. Setelahnya, belum juga
segera menjawab pertanyaan Ari, Raja malah mengaduk- aduk mi ayam-nya.
“Gue nggak di terima.” Ujar Raja lirih.
“Hah?” Ari masih kurang yakin.
“Iya. Katanya sih, yang lolos bakalan dihubungi hari
ini. Tapi, gue belum terima telpon dari siapapun tuh, berarti gue nggak lolos
dong!” ujarnya masih dengan mimik wajah yang sama. Lesu dan putus asa.
“Belum tentu juga kan lo nggak lolos. Siapa tau aja
belum. Jangan putus asa gitu dong. Lagipula, kita ini memang pemula, belum ada
pengalaman apa- apa, jadi wajar dong kalo misalnya nggak lolos. Bukan berarti
nggak bagus, tapi bisa aja ada yang lebih bagus. Lagipula cuma iklan produk
minuman ini.” Kata Ari dengan maksud menghibur lara hati Raja.
“Iya sih, tapi tetep aja gue sedikit kecewa, Ri.”
Ari menepuk pundak sobatnya, lalu mengeluarkan
gombalan terjitu supaya Raja nggak lagi terpuruk dari kegalauannya.
“Sabar Sob! Gue yakin, suatu hari nanti kita akan
menjadi superstar. Mungkin sekarang memang belum saatnya. Memulai dari bawah
itu memang butuh perjuangan. Kalau lo sama gue anaknya artis aja, pasti nggak
perlu repot- repot jungkir balik begini untuk meraih impian.”
Raja terbelalak. Seandainya saja Ari tau, pasti nggak
perlu lagi ia mengeluarkan kata- kata itu. Tiba- tiba Raja teringat pada ucapan
Revand, kakaknya. ‘kalau bisa langsung ke atas, buat apa memulai dari bawah?’ Seru juga sih jika seperti Revand. Tapi… Raja
menggelengkan kepalanya berulang kali. Ini masalah prinsip. Iri sih boleh, tapi
nggak lantas Raja harus membuang jauh- jauh prinsip hidupnya.
“Lo kenapa?” tanya Ari yang heran melihat Raja
menggelengkan kepalanya berulang kali. “Pusing?”
Baru saja Raja ingin membuka mulut, BBS hasil
pinjamannya dari Ari berdering. Raja nggak mengenal nomor yang menghubunginya,
namun ia sedikit yakin kalau ini adalah hal yang baik.
“Halo..” jawab Raja dengan senyum sumringah.
Ari yang duduk di depan Raja pun dengan seriusnya
menatap Raja sambil mengaduk- aduk semangkuk bakso yang ia pesan tadi.
“Iya bener, saya sendiri..”
“Sembarangan, lo kan lagi sama gue.” Sambung Ari yang
nggak terima Raja mengakui dirinya lagi sendiri, padahal kan ada dia juga.
Raja nggak menggubris ucapan Ari barusan. Ia terus
mendengarkan seseorang di seberang sana mengatakan sesuatu padanya.
“Yang bener? Saya lolos?”
Ari ikut kaget, lalu tersenyum sumringah seperti Raja.
“Ri, gue lolos.” Seru Raja dengan wajah yang nggak
galau lagi.
“Tuh kan! Apa gue bilang. Lo terlalu cepat pesimis
sih. Selamat ya, Raja. Gue ikut seneng ngedengernya.” Ari mengulurkan tangannya
lalu disambut baik dengan Raja yang kala itu masih menebar senyum
kebahagiaanya.
“Makasih ya, Ri. Lo memang sobat terbaik gue..”
“Ariii..” ujarnya sembari menepuk- nepuk dadanya. “kapan
mulai syuting?” tanya Ari penasaran.
“Sekarang!” Raja bangkit dari bangku kantin lalu menggendong
ranselnya dan menyeruput jus orange untuk yang terakhir kalinya. Semangat
syuting! Raja terus kabur dan meninggalkan Ari sendirian di kantin kampus.
“Eh, ini lo belum bayar. Bayar dulu woy!” teriak Ari.
“Bayarin dulu, Ri. Besok uangnya gue ganti. Gue buru-
buru soalnya..” semakin lama suara Raja semakin mengecil.
“Buset deh. Saking semangatnya sampe dibela- belain
ngutang. Dasar!” keluh Ari.
**
Caca berhenti di keramaian dekat kos-kosannya. Bukan
keramaian itu yang membuat Caca menghentikan gowesan sepedanya. Caca seperti
mengenal mobil yang terparkir tak jauh dari keramaian tersebut.
“Kayak mobilnya Raja. Tapi kok ada di sini ya?” Caca
melongo ke arah keramaian. Memastikan dengan benar, apakah ada Raja di situ. “Oh,
ada syuting toh! Mungkin cuma mirip.”
Caca merasa cukup. Ia berniat kembali ke kosan setelah
pulang dari kantor pos. tapi, baru saja Caca ingin menggowes kembali sepedanya,
seseorang dengan kostum sapi mendekati mobil yang mirip dengan yang dipunya
Raja. Caca merasa curiga. Jangan- jangan mau maling, batinnya.
“Bisa jadi sapi itu pemiliknya. Tapi… Jangan- jangan
itu cuma kedok. Kedok pencurian zaman sekarang kan suka aneh- aneh. Wah, maling
tuh kayaknya..”
Caca memutar setang sepedanya ke kanan, di tempat mobil
yang mirip dengan kodok itu parkir. Caca menggowes sepedanya dengan cepat, lalu
berhenti tepat di depan mobil yang juga mirip dengan mobil miliknya Raja.
Sayangnya Caca nggak ingat plank mobilnya Raja. Kalau saja ingat, pasti Caca
bisa memastikan, mobil itu beneran punya Raja atau bukan.
Si pencuri dengan kostum sapi itu kaget dan menutup
kembali pintu mobil yang tadi sempat ia buka.
“Eh, lo mau mencuri ya..” Caca mencampakkan sepedanya
begitu saja. “Lo nggak tau ini mobil jadul? Nggak mungkin ada barang berharga
deh! Pergi sana!” Caca mulai melakukan tawar menawar kepada si pemakai kostum
sapi tersebut. Sebenarnya Caca nggak tau persis apakah yang dikatakannya
barusan itu benar atau enggak, tapi yang penting bagaimana caranya si pemakai
kostum sapi itu pergi dan menanggalkan niat jeleknya.
Si pemakai kostum sapi itu masih berdiri di sebelah mobil,
itulah yang membuat Caca semakin ngenes.
“Yee, dibilangin ngeyel lagi. Pergi nggak lo? Atau gue
teriak maling nih! Lo nggak liat di situ banyak orang? Hah?”
Si pemakai kostum sapi itu mendekat dan secepat kilat
membekap mulut Caca yang hampir saja berteriak. Caca meronta, namun bekapan si
pemakai kostum sapi itu lebih kuat. Caca terus berusaha, sampai akhirnya Caca
menyikut tubuh si pemakai sapi itu sampai tersungkur. Lolos lah Caca dari bekapan
si pemakai kostum sapi itu.
Di tengah rasa sakitnya, si pemakai kostum itu membuka
kepala sapinya dan terus meraung kesakitan ke arah Caca.
Caca kontras kaget.
“Pukulan lo sakit banget sih, Ca.” adunya.
Caca mengigit ujung bibirnya. Oops! Seperti salah
sangka.
“Sakit nih perut gue..”
“Mana gue tau kalau itu elo. Gue kira lo itu…”
“Maling?”
Caca menganggukkan kepala.
Si pemakai kostum sapi yang ternyata adalah Raja itu
berdiri dan mengibas- kibaskan kostumnya yang sempat kotor.
“Lagian lo ngapain sih pakai kostum begituan segala?
Ya gue kira maling aja..”
“Gue lagi syuting tau.”
“Syuting?”
“Iya. Tuh liat. Gue lagi syuting produk minuman.”
“Kok pake maskot sapi segala? Produk minuman apaan?”
Caca sedikit heran. Seumur hidup, Caca baru tau kalau ada iklan yang pakai
maskot segala. Sapi lagi.
“Ini produk baru. Susu rasa buah, cocok buat semua
umur. Makanya pake maskot sapi. Supaya ada kesan unyu-nya, gitu. Di sana juga
ada maskot buah. Tuh liat!” Jelas Raja lagi.
Setelah melihat beberapa orang memakai kostum buah
yang berbeda, barulah Caca mengerti. Kenyataan itu juga yang membuat Caca
semakin malu. Ternyata tindakan ala pembela kebenaran yang dilakukan Caca
barusan termasuk salah kamar alias salah paham. Fiuh! Untung belum sempat
teriak beneran.
“Lo tau dari mana kalau di dalam mobil gue nggak ada
barang berharganya?”
JEEDDUUAARR!!
Pertanyaan itu bagai petir di siang bolong yang
menyambar- nyambar di kedua gendang telinga Caca. Haduh, jawab apa nih?
“Mmmm..” Caca sedikit gugup.
“Ya, gue tau. Semua orang pasti nyangkanya sama kayak
elo. Mobil gue kan memang jadul.” Kata Raja sambil membuka pintu mobilnya.
“Bukan gitu maksud gue, Raj. Tadi itu..” omongan Caca
terpotong.
“Gue nggak marah kok. Yang lo bilang bener, lagi. Tuh
liat, mobil gue isinya kosong. Cuma tas gue yang ada.” Raja mengambil ranselnya
dan mengeluarkan handphone BBS-nya Ari. “Handphone gue juga jadul.” Kata Raja
dengan senyum tipis nan menawan.
Caca semakin nggak enak hati melihat Raja memamerkan
handphone-nya padanya. “Tadi itu maksud gue mau membuat pencurinya kabur dari
mobil ini. Beneran deh, gue nggak tau kalau yang gue bilang ternyata, beneer..”
masih ada nada kurang enak hati dari Caca.
“Kan gue bukan maling!” kata Raja masih setia dengan
senyum tipis nan menawannya.
“Kan gue nggak tau.” ujar Caca dengan segenap
penyesalannya.
“Gue nggak marah kok, Ca..”
“Maaf ya, Raj!” pintanya.
“kalo lo minta maaf, gue nggak mau maafin ah!”
“Kok gitu?”
“Gue bilang apa kemaren? No Sorry, No thank you!” Raja
menjulurkan lidahnya ke Caca lalu mengacak- acak rambut Caca sampai orangnya Refleks
menampel tangannya dan membenahi rambutnya kembali.
**
Hari hampir senja, namun dua penghuni kos-kosan Tante
Farah ini belum juga masuk ke kamar masing- masing. Mereka berdua malah santai
duduk berdua di mulut gerbang sambil menunggu terbenamnya matahari. Coba aja di
pantai, pasti lebih indah lagi. Sayangnya depan kosan bukan pantai, hanya
jalanan kompleks yang lumayan rame juga digunakan masyarakat kompleks lainnya.
“Cita- cita gue dari kecil memang pingin banget terjun
ke dunia entertain. Makanya gue seneng banget pas lolos casting. Yah, meskipun
cuma kebagian sebagai maskot. Gue nggak keberatan kok.”
“Lo hebat, Raj. Jarang- jarang loh ada calon artis
yang mau jadi maskot begitu..” puji Caca.
Menerima pujian tersebut, Raja menarik ujung- ujung
bibirnya. “Makasih ya, Ca..”
“Eits. No sorry, no thank you. Lo ingat kan?”
Raja tersenyum malu dan sempat kikuk. Raja malah
menggaruk- garuk kepalanya yang sebenarnya tak gatal.
“Coba aja lo anak artis, Raj. Pasti lo nggak perlu
susah payah casting buat dapetin peran. Nggak perlu merasakan susahnya berjuang
dari nol.” Kata Caca sambil memandang ke langit biru yang hendak berubah warna
menjadi warna senja.
Raja tertegun mendengar penuturan Caca barusan. Kata-
kata yang hampir mirip dengan yang dikatakan Ari tadi siang.
“Seandainya gue anak artis?” tanya Raja memancing.
“Tentu nggak perlu susah- susah begini. Lo pasti bisa
langsung naik daun. Punya karir yang cemerlang. kontrak iklan, sinetron, bahkan
film, pasti dengan sendirinya datang ke elo. Dan lo nggak perlu susah payah
lagi casting ke sana sini cuma buat dapetin peran yang belum tentu peran
penting.”
Raja menatap kedua bola mata Caca dari samping. Raja
bisa melihat ada ketulusan dari kedua bola mata itu.
“Tapi kalau gue anak artis yang nggak perlu susah
payah lagi, kita nggak bakalan ketemu dong, Ca! Siapa lo, siapa gue?” Raja
masih menatap kedua bola mata yang sedari tadi menatap langit yang mulai senja.
Caca mengalihkan pandangannya ke Raja. “Iya juga ya.
kalau lo anak artis, lo pasti nggak akan ngagetin gue dan bikin naskah gue
jatuh ke kubangan, lo juga nggak bakalan mecahin gelas gue, plus ngerelain BB
lo buat gue. Habisnya gue cuma punya satu handphone sih. Jaga- jaga siapa tahu
penerbit nelpon gue. Kalau enggak, gue pasti ikhlasin hape gue rusak deh. Lo
kan memang ceroboh!”
“Semakin lama kenal sama lo, ternyata lo bawel juga ya
Ca..”
Penuturan barusan membuat Caca tersinggung dan kontras
memukul pundak Raja sampai Raja meringis
merasakannya.
“Bercanda, Caca marica hehei. Tapi gue bener kan? Gue kira
lo itu kaku dan juga sangar, ternyata bawel juga kayak cewek- cewek yang lain.”
Kata Raja masih meledek. Kali ini diikuti dengan gelak tawa yang sedikit
menggelitik telinga.
“Rajaaa..” Caca kembali memukul Raja, kali ini kepala
Raja yang kena sasaran bogem setengah matengnya.
“Hehehe..”
“Gue seneng kok bisa kenal elo. Entar kalau lo
terkenal, gue kan jadi punya costumer setia. Kalau lo jadi artis, jangan lupa
borong novel gue yah..”
“Siap, Caca marica hehei..”
Diledek begitu, Caca nggak lagi marah. Ia malah
menumpahkan semangatnya buat Raja. “Gue yakin suatu hari nanti, lo pasti akan
jadi risingstar. Superstar. Tuhan pasti lihat perjuangan lo ini Raj, dan suatu
hari nanti Tuhan akan kabulkan impian lo. Kuncinya cuma satu. Jangan menyerah
ya, Raj. Harus tetap semangat meski banyak bulian yang lo terima. Semangat
Raja!” Caca mengepalkan tangan kirinya di depan Raja yang antusias sekali
mendapat suntikan semangat darinya.
“Amin! Thanks ya, Ca..”
“Asal punya semangat, dan perjuangan yang tulus, semua
akan indah pada waktunya, Raj. Lo tinggal menunggu saja kapan waktu itu akan
tiba.”
Raja menarik kedua ujung bibirnya. Kemudian tanpa
sengaja tangannya berada di atas kepala Caca lalu mengacak- acak rambutnya Caca
sampai bener- bener berantakan. Setelah itu, wuuuzzzz.. Kabuuurr..
“Rajaaaaaa…”
TO BE
CONTINUED…
**
Oleh : Vivie
Hardika SS..
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yah! Ke Hardika_cungkring@yahoo.com
juga boleh kok. Apalagi ke akun facebook aku ‘Vivie Hardika Cungkring’. Tapi
ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie xie Ni J
keren keren keren,,, lanjut :)
BalasHapusOke deh :)
BalasHapus