Minggu, 22 Januari 2012

DON'T LET ME - EPISODE 4


DON’T LET ME..

EPISODE 4
WILL BE A HERO
 
        Asal punya semangat, dan perjuangan yang tulus, semua akan indah pada waktunya..



Ari mencium gelagat aneh Raja di siang hari ini. Sedari tadi Raja cuma diam dengan raut wajah yang murung. Bahkan di kelas tadi, Ari sampai segan untuk menanyakan kenapa Raja bisa tak seceria biasanya. Ya memang biasanya nggak ceria- ceria amat, tapi yang pasti biasanya Raja nggak semiris ini wajahnya. Ari sampai kasihan. Jangan- jangan terjadi sesuatu pada Raja yang membuat Raja sendiri enggan menceritakannya.
Sedari tadi jikalau diperhatikan, Raja lelet banget. Mengaduk jus orange kesukaannya pun, Raja belum selesai mengaduk- aduknya sampai menit ke 20 mereka di kantin kampus. Bahkan mie ayam favoritnya juga belum di jamahnya sama sekali. Dibiarkan begitu saja, sedangkan perhatian Raja nggak jelas entah ke mana. Ari berulang kali melongo ke arah yang sama, namun tak ada yang menarik. Nggak mungkin kalau Raja sedang memandangi ibu kantin yang gempal itu. Nggak mungkin banget deh, batin Ari.
“Raja, lo kenapa sih?” tegur Ari sembari menggoyang- goyangkan tangan kanannya ke hadapan Raja.
Barulah Raja berhenti melamun. Wajahnya kembali normal seperti biasanya, namun tak lantas segera Raja menjawab pertanyaan Ari. Raja menyedot jus orange yang sudah entah berapa kali ia aduk dan sruuuttt, segeeerr.
“Nggak kenapa- kenapa.” Jelas Raja dengan mimik datar.
Nggak mungkin kalau nggak ada apa- apa. Ari ingin memaksa Raja menceritakannya, namun percuma jikalau Raja sendiri ogah menceritakan masalahnya padanya. Lebih baik di alihkan saja pembicaraannya.
“Eh, gimana casting kemaren?” Ari langsung teringat casting yang ia batali keikutsertaannya kemaren.
Raja nggak segera menjawabnya, ia malah menghela nafasnya lalu menyerut lagi jus orange kesukaannya. Setelahnya, belum juga segera menjawab pertanyaan Ari, Raja malah mengaduk- aduk mi ayam-nya.
“Gue nggak di terima.” Ujar Raja lirih.
“Hah?” Ari masih kurang yakin.
“Iya. Katanya sih, yang lolos bakalan dihubungi hari ini. Tapi, gue belum terima telpon dari siapapun tuh, berarti gue nggak lolos dong!” ujarnya masih dengan mimik wajah yang sama. Lesu dan putus asa.
“Belum tentu juga kan lo nggak lolos. Siapa tau aja belum. Jangan putus asa gitu dong. Lagipula, kita ini memang pemula, belum ada pengalaman apa- apa, jadi wajar dong kalo misalnya nggak lolos. Bukan berarti nggak bagus, tapi bisa aja ada yang lebih bagus. Lagipula cuma iklan produk minuman ini.” Kata Ari dengan maksud menghibur lara hati Raja.
“Iya sih, tapi tetep aja gue sedikit kecewa, Ri.”
Ari menepuk pundak sobatnya, lalu mengeluarkan gombalan terjitu supaya Raja nggak lagi terpuruk dari kegalauannya.
“Sabar Sob! Gue yakin, suatu hari nanti kita akan menjadi superstar. Mungkin sekarang memang belum saatnya. Memulai dari bawah itu memang butuh perjuangan. Kalau lo sama gue anaknya artis aja, pasti nggak perlu repot- repot jungkir balik begini untuk meraih impian.”
Raja terbelalak. Seandainya saja Ari tau, pasti nggak perlu lagi ia mengeluarkan kata- kata itu. Tiba- tiba Raja teringat pada ucapan Revand, kakaknya. ‘kalau bisa langsung ke atas, buat apa memulai dari bawah?’  Seru juga sih jika seperti Revand. Tapi… Raja menggelengkan kepalanya berulang kali. Ini masalah prinsip. Iri sih boleh, tapi nggak lantas Raja harus membuang jauh- jauh prinsip hidupnya.
“Lo kenapa?” tanya Ari yang heran melihat Raja menggelengkan kepalanya berulang kali. “Pusing?”
Baru saja Raja ingin membuka mulut, BBS hasil pinjamannya dari Ari berdering. Raja nggak mengenal nomor yang menghubunginya, namun ia sedikit yakin kalau ini adalah hal yang baik.
“Halo..” jawab Raja dengan senyum sumringah.
Ari yang duduk di depan Raja pun dengan seriusnya menatap Raja sambil mengaduk- aduk semangkuk bakso yang ia pesan tadi.
“Iya bener, saya sendiri..”
“Sembarangan, lo kan lagi sama gue.” Sambung Ari yang nggak terima Raja mengakui dirinya lagi sendiri, padahal kan ada dia juga.
Raja nggak menggubris ucapan Ari barusan. Ia terus mendengarkan seseorang di seberang sana mengatakan sesuatu padanya.
“Yang bener? Saya lolos?”
Ari ikut kaget, lalu tersenyum sumringah seperti Raja.
“Ri, gue lolos.” Seru Raja dengan wajah yang nggak galau lagi.
“Tuh kan! Apa gue bilang. Lo terlalu cepat pesimis sih. Selamat ya, Raja. Gue ikut seneng ngedengernya.” Ari mengulurkan tangannya lalu disambut baik dengan Raja yang kala itu masih menebar senyum kebahagiaanya.
“Makasih ya, Ri. Lo memang sobat terbaik gue..”
“Ariii..” ujarnya sembari menepuk- nepuk dadanya. “kapan mulai syuting?” tanya Ari penasaran.
“Sekarang!” Raja bangkit dari bangku kantin lalu menggendong ranselnya dan menyeruput jus orange untuk yang terakhir kalinya. Semangat syuting! Raja terus kabur dan meninggalkan Ari sendirian di kantin kampus.
“Eh, ini lo belum bayar. Bayar dulu woy!” teriak Ari.
“Bayarin dulu, Ri. Besok uangnya gue ganti. Gue buru- buru soalnya..” semakin lama suara Raja semakin mengecil.
“Buset deh. Saking semangatnya sampe dibela- belain ngutang. Dasar!” keluh Ari.
**

Caca berhenti di keramaian dekat kos-kosannya. Bukan keramaian itu yang membuat Caca menghentikan gowesan sepedanya. Caca seperti mengenal mobil yang terparkir tak jauh dari keramaian tersebut.
“Kayak mobilnya Raja. Tapi kok ada di sini ya?” Caca melongo ke arah keramaian. Memastikan dengan benar, apakah ada Raja di situ. “Oh, ada syuting toh! Mungkin cuma mirip.”
Caca merasa cukup. Ia berniat kembali ke kosan setelah pulang dari kantor pos. tapi, baru saja Caca ingin menggowes kembali sepedanya, seseorang dengan kostum sapi mendekati mobil yang mirip dengan yang dipunya Raja. Caca merasa curiga. Jangan- jangan mau maling, batinnya.
“Bisa jadi sapi itu pemiliknya. Tapi… Jangan- jangan itu cuma kedok. Kedok pencurian zaman sekarang kan suka aneh- aneh. Wah, maling tuh kayaknya..”
Caca memutar setang sepedanya ke kanan, di tempat mobil yang mirip dengan kodok itu parkir. Caca menggowes sepedanya dengan cepat, lalu berhenti tepat di depan mobil yang juga mirip dengan mobil miliknya Raja. Sayangnya Caca nggak ingat plank mobilnya Raja. Kalau saja ingat, pasti Caca bisa memastikan, mobil itu beneran punya Raja atau bukan.
Si pencuri dengan kostum sapi itu kaget dan menutup kembali pintu mobil yang tadi sempat ia buka.
“Eh, lo mau mencuri ya..” Caca mencampakkan sepedanya begitu saja. “Lo nggak tau ini mobil jadul? Nggak mungkin ada barang berharga deh! Pergi sana!” Caca mulai melakukan tawar menawar kepada si pemakai kostum sapi tersebut. Sebenarnya Caca nggak tau persis apakah yang dikatakannya barusan itu benar atau enggak, tapi yang penting bagaimana caranya si pemakai kostum sapi itu pergi dan menanggalkan niat jeleknya.
Si pemakai kostum sapi itu masih berdiri di sebelah mobil, itulah yang membuat Caca semakin ngenes.
“Yee, dibilangin ngeyel lagi. Pergi nggak lo? Atau gue teriak maling nih! Lo nggak liat di situ banyak orang? Hah?”
Si pemakai kostum sapi itu mendekat dan secepat kilat membekap mulut Caca yang hampir saja berteriak. Caca meronta, namun bekapan si pemakai kostum sapi itu lebih kuat. Caca terus berusaha, sampai akhirnya Caca menyikut tubuh si pemakai sapi itu sampai tersungkur. Lolos lah Caca dari bekapan si pemakai kostum sapi itu.
Di tengah rasa sakitnya, si pemakai kostum itu membuka kepala sapinya dan terus meraung kesakitan ke arah Caca.
Caca kontras kaget.
“Pukulan lo sakit banget sih, Ca.” adunya.
Caca mengigit ujung bibirnya. Oops! Seperti salah sangka.
“Sakit nih perut gue..”
“Mana gue tau kalau itu elo. Gue kira lo itu…”
“Maling?”
Caca menganggukkan kepala.
Si pemakai kostum sapi yang ternyata adalah Raja itu berdiri dan mengibas- kibaskan kostumnya yang sempat kotor.
“Lagian lo ngapain sih pakai kostum begituan segala? Ya gue kira maling aja..”
“Gue lagi syuting tau.”
“Syuting?”
“Iya. Tuh liat. Gue lagi syuting produk minuman.”
“Kok pake maskot sapi segala? Produk minuman apaan?” Caca sedikit heran. Seumur hidup, Caca baru tau kalau ada iklan yang pakai maskot segala. Sapi lagi.
“Ini produk baru. Susu rasa buah, cocok buat semua umur. Makanya pake maskot sapi. Supaya ada kesan unyu-nya, gitu. Di sana juga ada maskot buah. Tuh liat!” Jelas Raja lagi.
Setelah melihat beberapa orang memakai kostum buah yang berbeda, barulah Caca mengerti. Kenyataan itu juga yang membuat Caca semakin malu. Ternyata tindakan ala pembela kebenaran yang dilakukan Caca barusan termasuk salah kamar alias salah paham. Fiuh! Untung belum sempat teriak beneran.
“Lo tau dari mana kalau di dalam mobil gue nggak ada barang berharganya?”
JEEDDUUAARR!!
Pertanyaan itu bagai petir di siang bolong yang menyambar- nyambar di kedua gendang telinga Caca. Haduh, jawab apa nih?
“Mmmm..” Caca sedikit gugup.
“Ya, gue tau. Semua orang pasti nyangkanya sama kayak elo. Mobil gue kan memang jadul.” Kata Raja sambil membuka pintu mobilnya.
“Bukan gitu maksud gue, Raj. Tadi itu..” omongan Caca terpotong.
“Gue nggak marah kok. Yang lo bilang bener, lagi. Tuh liat, mobil gue isinya kosong. Cuma tas gue yang ada.” Raja mengambil ranselnya dan mengeluarkan handphone BBS-nya Ari. “Handphone gue juga jadul.” Kata Raja dengan senyum tipis nan menawan.
Caca semakin nggak enak hati melihat Raja memamerkan handphone-nya padanya. “Tadi itu maksud gue mau membuat pencurinya kabur dari mobil ini. Beneran deh, gue nggak tau kalau yang gue bilang ternyata, beneer..” masih ada nada kurang enak hati dari Caca.
“Kan gue bukan maling!” kata Raja masih setia dengan senyum tipis nan menawannya.
“Kan gue nggak tau.” ujar Caca dengan segenap penyesalannya.
“Gue nggak marah kok, Ca..”
“Maaf ya, Raj!” pintanya.
“kalo lo minta maaf, gue nggak mau maafin ah!”
“Kok gitu?”
“Gue bilang apa kemaren? No Sorry, No thank you!” Raja menjulurkan lidahnya ke Caca lalu mengacak- acak rambut Caca sampai orangnya Refleks menampel tangannya dan membenahi rambutnya kembali.
**

Hari hampir senja, namun dua penghuni kos-kosan Tante Farah ini belum juga masuk ke kamar masing- masing. Mereka berdua malah santai duduk berdua di mulut gerbang sambil menunggu terbenamnya matahari. Coba aja di pantai, pasti lebih indah lagi. Sayangnya depan kosan bukan pantai, hanya jalanan kompleks yang lumayan rame juga digunakan masyarakat kompleks lainnya.
“Cita- cita gue dari kecil memang pingin banget terjun ke dunia entertain. Makanya gue seneng banget pas lolos casting. Yah, meskipun cuma kebagian sebagai maskot. Gue nggak keberatan kok.”
“Lo hebat, Raj. Jarang- jarang loh ada calon artis yang mau jadi maskot begitu..” puji Caca.
Menerima pujian tersebut, Raja menarik ujung- ujung bibirnya. “Makasih ya, Ca..”
“Eits. No sorry, no thank you. Lo ingat kan?”
Raja tersenyum malu dan sempat kikuk. Raja malah menggaruk- garuk kepalanya yang sebenarnya tak gatal.
“Coba aja lo anak artis, Raj. Pasti lo nggak perlu susah payah casting buat dapetin peran. Nggak perlu merasakan susahnya berjuang dari nol.” Kata Caca sambil memandang ke langit biru yang hendak berubah warna menjadi warna senja.
Raja tertegun mendengar penuturan Caca barusan. Kata- kata yang hampir mirip dengan yang dikatakan Ari tadi siang.
“Seandainya gue anak artis?” tanya Raja memancing.
“Tentu nggak perlu susah- susah begini. Lo pasti bisa langsung naik daun. Punya karir yang cemerlang. kontrak iklan, sinetron, bahkan film, pasti dengan sendirinya datang ke elo. Dan lo nggak perlu susah payah lagi casting ke sana sini cuma buat dapetin peran yang belum tentu peran penting.”
Raja menatap kedua bola mata Caca dari samping. Raja bisa melihat ada ketulusan dari kedua bola mata itu.
“Tapi kalau gue anak artis yang nggak perlu susah payah lagi, kita nggak bakalan ketemu dong, Ca! Siapa lo, siapa gue?” Raja masih menatap kedua bola mata yang sedari tadi menatap langit yang mulai senja.
Caca mengalihkan pandangannya ke Raja. “Iya juga ya. kalau lo anak artis, lo pasti nggak akan ngagetin gue dan bikin naskah gue jatuh ke kubangan, lo juga nggak bakalan mecahin gelas gue, plus ngerelain BB lo buat gue. Habisnya gue cuma punya satu handphone sih. Jaga- jaga siapa tahu penerbit nelpon gue. Kalau enggak, gue pasti ikhlasin hape gue rusak deh. Lo kan memang ceroboh!”
“Semakin lama kenal sama lo, ternyata lo bawel juga ya Ca..”
Penuturan barusan membuat Caca tersinggung dan kontras memukul pundak Raja sampai Raja meringis  merasakannya.
“Bercanda, Caca marica hehei. Tapi gue bener kan? Gue kira lo itu kaku dan juga sangar, ternyata bawel juga kayak cewek- cewek yang lain.” Kata Raja masih meledek. Kali ini diikuti dengan gelak tawa yang sedikit menggelitik telinga.
“Rajaaa..” Caca kembali memukul Raja, kali ini kepala Raja yang kena sasaran bogem setengah matengnya.
“Hehehe..”
“Gue seneng kok bisa kenal elo. Entar kalau lo terkenal, gue kan jadi punya costumer setia. Kalau lo jadi artis, jangan lupa borong novel gue yah..”
“Siap, Caca marica hehei..”
Diledek begitu, Caca nggak lagi marah. Ia malah menumpahkan semangatnya buat Raja. “Gue yakin suatu hari nanti, lo pasti akan jadi risingstar. Superstar. Tuhan pasti lihat perjuangan lo ini Raj, dan suatu hari nanti Tuhan akan kabulkan impian lo. Kuncinya cuma satu. Jangan menyerah ya, Raj. Harus tetap semangat meski banyak bulian yang lo terima. Semangat Raja!” Caca mengepalkan tangan kirinya di depan Raja yang antusias sekali mendapat suntikan semangat darinya.
“Amin! Thanks ya, Ca..”
“Asal punya semangat, dan perjuangan yang tulus, semua akan indah pada waktunya, Raj. Lo tinggal menunggu saja kapan waktu itu akan tiba.”
Raja menarik kedua ujung bibirnya. Kemudian tanpa sengaja tangannya berada di atas kepala Caca lalu mengacak- acak rambutnya Caca sampai bener- bener berantakan. Setelah itu, wuuuzzzz.. Kabuuurr..
“Rajaaaaaa…”
TO BE CONTINUED…
**
Oleh : Vivie Hardika SS..
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yah! Ke Hardika_cungkring@yahoo.com juga boleh kok. Apalagi ke akun facebook aku ‘Vivie Hardika Cungkring’. Tapi ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie xie Ni J

2 komentar:

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni