Penulis: Hadi Kurniawan
Penerbit: Ragam Media
Editor: Fatimah Azzahrah
Cet: I, Mei 2015
Tebal: 190 hal 13x19 cm
Blurb:
Gue pikir, menjalin hubungan LDR itu sama aja kayak air kopi tanpa gula. Pahit. Banyak sekali cobaan.Gue
seringkali ngalamin yang namanya galau. Kalau setiap Sabtu malam
orang-orang nge-date sama pacarnya, sedangkan gue, ya, Tuhaaaan! Gue
hanya bengong doang, nungguin anak ayam turun seribu yang mati satu
tinggal sembilan ratus sembilan puluh sembilan. Giliran anak ayam
tinggal dua dan gue melihat ayam itu gandengan, gue pasti bakalan envy
abis. Anak ayam aja gandengan, masa gue enggak?
***
Ini
bukan kisah sedih di hari Minggu. Ini kisah sedih yang dialami Minggu
(iya, nama orang bukan nama hari).
Semenjak terpisahkan oleh jarak
dengan pacarnya, cowok itu sering gonta-ganti nada dering yang bikin
bermuram durja. Kadang pake lagu Jaga Selalu Hatimu-nya Seventeen,
kadang pasang Lagu Rindu-nya Kerispatih.Semuanya masih baik-baik
saja asalkan stok pulsa terjamin atau operator nggak iseng-iseng nyapa
doi: “Nomor yang Anda tuju sedang sibuk.” Kalau kedua hal itu udah
kejadian, prasangka buruk pun dateng dan seharian bakal annoying. Dia
lagi apa? Lagi pergi sama siapa? Udah makan belum? Udah poop belum?
*abaikan pertanyaan terakhir*Dih, ngerasa senasib
sepenanggungan? Daripada lo nangis senderan di dalam kamar mandi sambil
shower-an, mending lo meratapi nasib bareng Minggu aja deh!
**
----------------------------------
Pertama-tama saya mau mengucapkan selamat kepada Hadi Kurniawan yang telah berhasil menerbitkan novel pertamanya. Euforia sewaktu Acc-an juga turut saya rasakan kala Kentang--panggilan tak sayang saya pada Hadi--mengirimkan pesan instan melalui WA. Saya membatin, mungkin ini buah dari cibiran yang kerap saya lemparkan kala ia lebih mementingkan skripsinya dibanding menulis demi debut. *saya emang temen yang kurang ajar ya, masa temen disuruh ninggalin skripsi, ah. Ya sudahlah.
Pertama kali membuka lembar pertama novel LDR langsung dari penulisnya, saya langsung terperangah. Wuih, ada cap bibirnya. Bahenol bener euy bibirnya. *ups. Kepala saya yang nakal langsung ngebayangin Hadi pas pakai lipstik, terus nempelin bibe-bibir bahenol--ke novel perdananya ini. Geli sendiri saya ngebayanginnya. *peace ke Kentang.Oke, lupakan soal cap bibe si Kentang.
Long Distance RelationSick
bercerita tentang Minggu dan kekasihnya, Ciska. Awal-awalnya hubungan mereka berjalan dengan sempurna. Layaknya pasangan lainnya yang semakin hari semakin mesra-mesranya. Namun semua itu berubah semenjak negara api menyerang. Eh bukan. Semenjak Ciska diterima di Universitas Sriwijaya Sumatera Selatan. Sewaktu diberi tahu oleh Ciska, Minggu nggak begitu ngeh. Doi seneng-seneng aja dan ngasih selamat soalnya nyawanya belum terkumpul penuh diakibatkan Ciska memberi kabar dini hari. Setelah kesadarannya penuh, ia pun merana. Itu berarti mereka harus menjalani hubungan jarak jauh. Di sini Minggu menjadi galau. Mampukah ia? Mampukah gue? Minggu terus memikirkan sampai ia galau. Saat ia mengatakan tentang kegelisahannya, Ciska malah ngajakin nikah!
"Minggu, kita nikah yuk!" kata Ciska langsung ke inti
....
"Nggak... nggak, aku mau kasih makan kamu apa nanti? Bisa-bisa aku dibunuh Bapak kamu kalau nelantarin kamu. Nggak deh, nggak. Ada-ada aja kamu."hal- 22
JEDDAAAAARRRRRR!!!
Minggu makin galau jadinya. Belum lagi kejadian Ciska minta kawin, eh nikah itu bikin Mama-nya Minggu histeris. Mereka salah paham dan mengira Minggu udah ngapa-ngapain Ciska sampai-sampai minta dinikahin. Dan dengan sekuat jiwa raga Minggu, akhirnya Minggu bisa meyakinkan kedua orang tuanya yang sempat salah paham bahwa ia masih perawan, eh perjaka, belum pernah ngapa-ngapain Ciska karena ia masih punya akal sehat dan iman serta ketaatan kepada perintah Allah SWT--tsaaahhh...
Minggu-minggu Minggu menjadi berat setelah menjalin hubungan jarak jauh dengan Ciska. Bada pun menghadang. Dari mulai nggak ada pulsa, sampai kuota abis dan kesibukan masing-masing yang menyita waktu. Semula Minggu dapat bertahan, namun sesuatu menggoyahkan kesetiaannya.
Gue berpikir sendiri. Ternyata cinta itu seperti air putih yang hangat. Cinta itu akan berwarna dan terasa manis jika diisi oleh dua hal, teh dan gula. Namun , saat salah satu dari mereka menghilang, teh itu akan terasa campah. Begitulah yang gue rasakan ke Ciska.Hal-143
Review
Untuk sebuah novel debut, Hadi mengemas novel ini secara apik. Ini bukan karena saya kenal si Hadi loh. Saya salut kepadanya sebab berhasil menelurkan karya pertama dengan sangat indah. Saya jadi terbayang bagaimana novel pertama saya. Aaauuu aauuu...
Selain itu Kentang juga berhasil menciptakan analogi-analogi yang menurut saya keren. Bahasanya mengalir dan mudah dipahami. Narasi-narasi yang dipilih begitu mengena, begitu juga dengan dialog-dialognya. Kentang benar-benar membuat debut yang keren. *standing applause for him!
Spekulasi saya tentang LDR adalah, novel ini pasti lucu. Sebab yang saya tahu penulisnya emang lucu. Tapi ternyata harapan tinggal harapan. Bukan berarti Kentang gagal berkomedi loh. Komedinya justru ada di bagian akhir. Dan mengenai ending dari novel ini benar-benar brilliant. I'm really really so impressed! Good Job, Kentang!
Pesan untuk Kentang
Saya harap ini bukan novel pertama dan terakhir Kentang. Sebab saya akan terus menantikan karya-karyanya yang selanjutnya. Terutama untuk genre pure komedi. Jangan berhenti berkarya. Harus tetap percaya diri dan kuat mental. *aseekkk
Kiriman dari SOLO |
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak makasih banyak Cungkring :*
BalasHapusMakasih, ditunggu review balasannya yak :p
HapusAh, jadi penasaran pengen baca bukunya. Buku keduanya Hadi, maksudnya.
BalasHapusSaya juga Ris :D
HapusHehehe..., aku udah selesai baca doong... Bagus bagus bagus.. :3
BalasHapus