Minggu, 15 Januari 2012

DON'T LET ME - EPISODE 3


DON’T LET ME..


 
EPISODE 3
SHE IS…
       
        In the name of friendship, No Sorry, No Thank you.



 Raja duduk meringkuk di bangkunya. Ari belum datang dan seperti biasa keadaan kelas ricuh saat dosen belum datang. nggak ada bedanya dengan pasar tradisional, banyak suara dan juga terlalu pikuk. Raja sendiri malas bergabung dengan teman sekelas yang biasanya ngerumpiin artis- artis top. Raja bukanlah cowok yang senang membicarakan ini dan itu kepada banyak orang. Beda dengan Revand, Raja cenderung pendiam. Tapi bukan pendiam yang suka makan daleman loh. Raja murni pendiam. Kalau nggak penting- penting amat, ya diam.
Raja mendengar derap langkah santai menuju bangkunya. Raja hapal derap langkah itu. Siapa lagi kalau bukan Ari yang selalu bersamanya dan menjadi teman di sebelah bangkunya. Ari yang biasa heboh begitu masuk kelas, kini lebih terlihat santai. Ari tidak banyak bicara, ia malah duduk.
Raja mendangak dan melihat sosok Ari dengan kepala mengangguk-angguk. Di  telinga kiri dan kanannya tertempel headset. Ari sedang mendengarkan music dari i-podnya. Pantasannya saja tidak bersuara. Dari anggukan kepalanya, Raja bisa menebak jenis music apa yang sedang didengarkan Ari. Tak lain dan tak bukan pasti music kesukaannya, Rock.
Raja menepuk pundak Ari sampai orang yang dimaksud kaget dan melepaskan headsetnya. Dengan kening berkerut, Ari menanyakan maksud dan tujuan Raja mengganggu alunan lagu dari Band favoritnya…
“Lo punya handphone dua, nggak?” tanya Raja dengan wajah miris.
“Ada sih, memangnya Hape lo ke mana? Lo jual?” tanyanya.
Raja diam. Keraguannya tiba- tiba muncul. Cerita nggak ya tentang hal yang sebenarnya terjadi?
“Ceritanya panjang. Lo punya nggak? Gue pinjem satu dong.”
Ari merogoh ranselnya, dan mengambil dua handphone yang ia punya. Dua handphone dengam type dan merek yang berbeda.
“Lo mau yang mana? BB atau BBS?” tanya Ari sembari memperlihatkan kedua handphonenya pada Raja.
“BBS apaan?” kening Raja berkerut. Baru kali ini ia mendengar istilah itu.
Ari terkekeh, namun nggak terlalu heboh.
“Yang ini namanya BBS. BlackBerry Senter, dodol. Lo kan liat ini hape jadul yang bisa dialih fungsikan sebagai senter. Liat nih senternya..” jelas Ari sampai menyalakan senter di kepala handphone-nya.
Raja tertegun malu. “Yaudah yang BBS aja kalau gitu..”
“Nggak mau yang BB? Kalo lo yang pinjem, gue kasih deh!”
Raja geleng kepala.
Ari memberikan handphone yang dijuluki BBS itu kepada Raja. “Nih! Handphone lo ke mana sih?”
Raja menghela nafasnya. Pertanyaan itu lagi yang membuatnya bimbang harus cerita atau enggak. “Gue gadaiin, karena gue udah ngerusakin handphone temen kosan gue.” Ujarnya sembari membongkat handphone pinjaman dari Ari tadi.
“Ceroboh sih, lo. Kayaknya lo harus terapi deh.” Usul Ari yang mendapat kerutan kening kedua dari Raja.
“Buat apaan? Gue kan nggak sakit!”
“Buat ngilangin kecerobohan lo, lah. Mana ada cowok ceroboh kayak elo. Bisa mengurangi pasaran tau.” Cetus Ari sambil melayangkan satu jitakan ke kepala Raja.
TUK!
“Ceroboh gue bawaan lahir, nggak bisa dioperasi apalagi diterapi. Nggak mempan deh!” kata Raja dengan santainya.
Ari nggak mau ambil pusing lagi. Ia kembali memasangkan sepasang alat dengar ke telinganya dan kembali memainkan kepalanya. Geleng-geleng, angguk angguk. Are you Ready??
**

Lokasi casting begitu terik. Namun Raja tetap berada di dalam antrian menunggu gilirannya. Raja mengantri tanpa Ari, karena Ari tadi pamitan nggak bisa ikutan casting iklan minuman ini. Mendadak males katanya. Apa boleh buat, Raja terpaksa pergi sendirian. Dalam hati, Raja tak henti- hentinya memanjatkan doanya kepada Tuhan. Berharap yang ia lakukan hari ini akan membuka jalannya untuk lebih dekat lagi dengan mimpinya.
“Raja Raditya..”
Raja terpelongo. Ternyata gilirannya sudah tiba. Tangan Raja semakin gemetaran. Ini casting pertamanya.
Ketika Raja masuk ke dalam ruang juri, ia semakin nervous. Di lihatnya produk apa yang akan diiklankan, kemudian menyapa para juri lewat senyumnya. Awal mula, Raja di interview. Setelah proses interview selesai, juri meminta Raja untuk berakting. Meski sempat gugup, namun Raja sanggup melakonkannya sesuai dengan skenario tim kreatif.
“Terima kasih sudah bersedia di casting. Tunggu pengumumannya besok ya. yang lolos akan dihubungi secara pribadi.”
“Terima kasih!” Raja membungkukkan badannya sebagai hormat terakhirnya. Senyum mereka penuh kepuasan pun tergambar di wajah Raja. Hari ini, menang ataupun kalah tak akan jadi masalah besar buatnya. Yang terpenting ia berani untuk tampil. Bukannya gagal di awal itu wajar? Semangat, Raja!
**

Belum sampai di kosan, Raja sudah dikejutkan dengan kehadiran Mamanya. Ia melihat Mamanya sedang celingukan ke dalam pagar. Seperti ragu untuk masuk atau tetap di luar.
Raja tak langsung turun dari mobil dan menemui Mamanya, ia parkirkan terlebih dahulu mobil kesayangannya di depan kamar, lalu secepat kilat Raja menghampiri Mamanya. Bisa gawat kalau ada yang melihat.
“Raja..” ujar Mamanya.
Raja tak menyahut sapaan Mamanya. Ia menggamit tangan Mamanya lalu menariknya lembut masuk ke mobil.
“Ada apa sih, Raj? Kok kayaknya panik gitu?”
“Mama ngapain di sini?”
Kening Mamanya Raja berkerut?
“Kok untuk apa sih? Mama mau jenguk kamu, Raj. Mama kangen! Hape kamu satu harian nggak aktif, lagi. Ya Mama samperin aja ke sini. Kamu sehat kan sayang?” ujar Mama.
“Iya Ma, aku sehat. Tapi Mama hati- hati dong kalau ke sini. Kalau ada yang ngenalin Mama, gimana? Raja nggak mau ya usaha sia- sia Raja sia- sia..” mata raja celingukan ke luar mobil, kali- kali aja ada Papparazzi yang mengikuti Mama dari belakang.
“Raja sayang, ia deh! Mama janji nggak akan ulangi lagi..”
**

Sepulang dari kantor pos, Caca merasakan terik matahari semakin membakar kulitnya. Meskipun begitu, Caca tetap menggowes sepedanya. Sedikit demi sedikit keringat mengalir di sekujur tubuhnya, namun ia nggak peduli sama sekali. Ia terus menggowes sepedanya pulang ke kosan. Kalau sudah sampai kamar, baru deh ngadem. Batin Caca tanpa ada niatan untuk berteduh di jalan.
Caca menghentikan gowesannya jauh di depan kos-kosan. Caca sedikit heran melihat dua orang yang baru saja keluar dari mobil mewah di depan kosan. Rasanya nggak bisa percaya kalau salah satu dari dua orang itu dikenalnnya. Memang belum lama mengenal, namun Caca merasa harus bertindak melihat kondisi seperti ini.
Caca kembali menggowes sepedanya. Ia harus memperingatkan Raja bahwa yang ia lakukan sekarang bukan hal yang baik. Mungkin beginilah anak perantauan yang baru mengerti bagaimana kejamnya Ibukota, pikir Caca.
Caca semakin dekat. Ditinggalkannya sepeda berwarna pink miliknya dan berjalan mendekati Raja. Dengan senyum yang memaksa, Caca membawa Raja jauh dari wanita yang usianya jauh di atas mereka.
“Apaan sih, Ca?” tanya Raja sedikit berbisik.
Caca menghela nafasnya, dan nggak langsung menjawab pertanyaan yang dibarengi dengan kerutan di kening Raja.
“Raj, gue ngerti, hidup di Jakarta itu memang sulit. Tapi nggak sepatutnya lo ngelakuin hal ini, Raj. Kalau lo butuh sesuatu, lo tinggal bilang ke gue. Kalau gue bisa, pasti gue bantu kok, gue kan sahabat lo.”
“Apaan sih maksud lo Ca? Gue nggak ngerti deh!” Raja semakin bingung melihat ucapan Caca yang aneh bin misterius ini.
“Coba bayangkan, mana ada kos-kosan sebagus milik Tante Farah dengan harga terjangkau. Kalau Tante Farah tau lo simpenan tante-tante, lo bakalan dikeluarin dari kosan, Raj..” sepertinya Caca yang terlalu banyak bicara sehingga membuat Raja hampir setress.
“WHAT? Lo bilang gue simpenan tante- tante? Yang bener aja lo, Ca..”
Terjawab sudah kebingungan besar di atas kepala Raja. Oh my God, kok bisa sih Caca mengira dirinya berondong simpenan tante- tante?
“Nah itu ngapain lo nebeng mobil tante itu?” Caca melongo ke arah tante- tante yang tadi mengobrol bersama Raja. Belum juga hilang prasangka buruk Caca mengenai tante tersebut.
“Ya ampun.. Tante itu…” Raja berhenti. Ia seakan ragu untuk menjelaskan siapa tante itu sebenarnya?
“Siapa?”
“Tante itu kebetulan lewat kok. Terus mobilnya mogok, ya gue bantuin dong. Gila ya lo? Masa nyangka gue simpenan tante-tante sih?” protes Raja.
“Lo bohong kan?” caca sampai menuding Raja karena ia belum yakin sama sekali.
“Nggak. Gue nggak bohong Caca Marica hehei..” Raja berusaha meyakinkan bahwa apa yang ia katakan barusan bukan sebuah bualan.
“Kok lo gugup? Terus lo pake masuk- masuk mobil tante itu segala lagi. Memangnya mobil lo ke mana?” Kata Caca dengan mata menyidik.
Raja mendesah. Raja kehabisan ide untuk menjawab semua pertanyaan curiga Caca kepadanya. Bagaimana lagi caranya untuk menyangkal prasangka buruk Caca. “Gile aja, nyokap gue disangka tante- tante doyan berondong.”
“Raj, jawab!”
Raja tersentak. Ternyata Caca masih menanti jawabannya. Siapa tante itu, Raj? Siapa?
“Udah deh. Sekarang lo gue kenalin deh ke tante itu. Ayok!” Raja menarik tangan Caca untuk mengajaknya berkenalan dengan Tante tersebut.
Caca menampel tangan Raja dan keukeuh tak mau pergi dari tempatnya berdiri sekarang ini. “Ngapain? Ogah ah!”
“Biar lo nggak berprasangka buruk terus sama gue. Mending lo tanya deh, siapa Tante itu sebenarnya?” Raja menarik lagi tangan Caca untuk membawanya berkenalan dengan Tante yang disangka Caca tadi sebagai Tante- tante genit.
Caca diam. Ia merasa kurang yakin untuk menerima ajakan Raja. Tapi kalau nggak pergi, Caca nggak akan tahu siapa Tante itu sebenarnya.
Raja terus memaksa Caca, dan akhirnya Caca luluh. Perlahan Caca mengikuti Raja dari belakang dengan perlahan. Bahkan ketika sudah berhadapan dengan Tante tersebut Caca masih ragu. Kenalan, nggak? Kenalan, nggak? Jangan- jangan beneran Tante- tante genit lagi.
“Tante, maaf ya.” pinta Raja dengan nada yang sedikit rendah, bahkan Raja juga merundukkan badannya ketika berkata pada Tante tersebut.
“Tante?”
“I..iyaa.. Tante. Temen saya mau kenalan nih. Kenalin ini Caca, taaaaann..teee…” Raja melirik Caca yang sedang main kucing- kucingan di belakang Raja. “Ca, sini!”
Caca mengulurkan tangannya. Diperhatikannya baik- baik bagaimana wajah Tante tersebut lalu membatin “kayaknya gue salah deh!”
“Mobilnya udah beres kan, Taaann..tee? kami permisi dulu yah..” kata Raja dengan nada yang berpisah- pisah.
“Eh, tunggu dulu, Raj.”
Raja berhenti, namun wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Raja takut kalau Caca  yang aneh ini semakin gila tanya ini dan itu kepada Mamanya yang sedang ia sembunyikan identitasnya.
“Tante beneran mobilnya sudah selesai?”
Tante yang notabenenya adalah Mamanya Raja sendiri sedikit bingung dengan sandiwara dadakan yang di buat oleh anaknya tersebut.
“Ooohh.. Iya. Sudah! Untung saja ada temen kamu ini. Makasih ya, nak.. Taaann..tee  permisi dulu!”
Setelah mendapat isyarat dari Raja yang berdiri di belakang Caca, Tante tersebut berbalik. Bahkan nggak membiarkan Caca ataupun Raja menjawab ucapan terima kasihnya.
“Tuhkan udah bener. Hati- hati di jalan ya, Tante. Bye bye..” Raja melambaikan tangannya pada Mamanya yang berperan diskenario butanya.
FIUH!
Barulah Raja berlega hati. Ia akui, aktingnya payah kali ini.
“Lain kali, jangan tuduh gue yang enggak- enggak deh kalau nggak punya bukti kuat..”
Caca diam. Mungkin ia menyesal telah menuduh Raja adalah berondong simpanan Tante- tante. Sedangkan Raja, ia masuk ke dalam gerbang tanpa mengajak Caca sama sekali. Ia masuk sendirian dan membiarkan Caca tetap berdiri di tempat tadi.
“Raja…” panggil Caca.
Raja berbalik namun tak kembali lagi.
“Maafin gue ya..”
Raja tersenyum kecil mendengar permintaan Caca barusan. Garis- garis bibirnya tiba- tiba membentuk sebuah senyum yang indah meski senyum itu belum sempurna. Caca tertegun dan sedikit tersenyum sebagai penyesalan atas kebodohannya di siang terik yang membakar kulit begini,
“Gue lupa bilang ya, Ca. Di dalam persahabatan nggak ada yang namanya maaf ataupun terima kasih. No Sorry, No Thank you! Understand?”
Caca tersenyum kecil, lalu mengangguk.
TO BE CONTINUED…
**
Oleh : Vivie Hardika SS..
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yah! Ke Hardika_cungkring@yahoo.com juga boleh kok. Apalagi ke akun facebook aku ‘Vivie Hardika Cungkring’. Tapi ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie xie Ni J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni