DON’T LET ME..
EPISODE 3
SHE IS…
In the name of
friendship, No Sorry, No Thank you.
Raja mendengar derap langkah santai menuju bangkunya.
Raja hapal derap langkah itu. Siapa lagi kalau bukan Ari yang selalu bersamanya
dan menjadi teman di sebelah bangkunya. Ari yang biasa heboh begitu masuk
kelas, kini lebih terlihat santai. Ari tidak banyak bicara, ia malah duduk.
Raja mendangak dan melihat sosok Ari dengan kepala
mengangguk-angguk. Di telinga kiri dan
kanannya tertempel headset. Ari sedang mendengarkan music dari i-podnya.
Pantasannya saja tidak bersuara. Dari anggukan kepalanya, Raja bisa menebak
jenis music apa yang sedang didengarkan Ari. Tak lain dan tak bukan pasti music
kesukaannya, Rock.
Raja menepuk pundak Ari sampai orang yang dimaksud
kaget dan melepaskan headsetnya. Dengan kening berkerut, Ari menanyakan maksud
dan tujuan Raja mengganggu alunan lagu dari Band favoritnya…
“Lo punya handphone dua, nggak?” tanya Raja dengan
wajah miris.
“Ada sih, memangnya Hape lo ke mana? Lo jual?”
tanyanya.
Raja diam. Keraguannya tiba- tiba muncul. Cerita nggak
ya tentang hal yang sebenarnya terjadi?
“Ceritanya panjang. Lo punya nggak? Gue pinjem satu
dong.”
Ari merogoh ranselnya, dan mengambil dua handphone
yang ia punya. Dua handphone dengam type dan merek yang berbeda.
“Lo mau yang mana? BB atau BBS?” tanya Ari sembari
memperlihatkan kedua handphonenya pada Raja.
“BBS apaan?” kening Raja berkerut. Baru kali ini ia
mendengar istilah itu.
Ari terkekeh, namun nggak terlalu heboh.
“Yang ini namanya BBS. BlackBerry Senter, dodol. Lo
kan liat ini hape jadul yang bisa dialih fungsikan sebagai senter. Liat nih
senternya..” jelas Ari sampai menyalakan senter di kepala handphone-nya.
Raja tertegun malu. “Yaudah yang BBS aja kalau gitu..”
“Nggak mau yang BB? Kalo lo yang pinjem, gue kasih
deh!”
Raja geleng kepala.
Ari memberikan handphone yang dijuluki BBS itu kepada
Raja. “Nih! Handphone lo ke mana sih?”
Raja menghela nafasnya. Pertanyaan itu lagi yang
membuatnya bimbang harus cerita atau enggak. “Gue gadaiin, karena gue udah
ngerusakin handphone temen kosan gue.” Ujarnya sembari membongkat handphone
pinjaman dari Ari tadi.
“Ceroboh sih, lo. Kayaknya lo harus terapi deh.” Usul
Ari yang mendapat kerutan kening kedua dari Raja.
“Buat apaan? Gue kan nggak sakit!”
“Buat ngilangin kecerobohan lo, lah. Mana ada cowok
ceroboh kayak elo. Bisa mengurangi pasaran tau.” Cetus Ari sambil melayangkan
satu jitakan ke kepala Raja.
TUK!
“Ceroboh gue bawaan lahir, nggak bisa dioperasi
apalagi diterapi. Nggak mempan deh!” kata Raja dengan santainya.
Ari nggak mau ambil pusing lagi. Ia kembali memasangkan
sepasang alat dengar ke telinganya dan kembali memainkan kepalanya.
Geleng-geleng, angguk angguk. Are you Ready??
**
Lokasi casting begitu terik. Namun Raja tetap berada di
dalam antrian menunggu gilirannya. Raja mengantri tanpa Ari, karena Ari tadi
pamitan nggak bisa ikutan casting iklan minuman ini. Mendadak males katanya.
Apa boleh buat, Raja terpaksa pergi sendirian. Dalam hati, Raja tak henti-
hentinya memanjatkan doanya kepada Tuhan. Berharap yang ia lakukan hari ini akan membuka jalannya untuk lebih dekat lagi dengan mimpinya.
“Raja Raditya..”
Raja terpelongo. Ternyata gilirannya sudah tiba.
Tangan Raja semakin gemetaran. Ini casting pertamanya.
Ketika Raja masuk ke dalam ruang juri, ia semakin
nervous. Di lihatnya produk apa yang akan diiklankan, kemudian menyapa para
juri lewat senyumnya. Awal mula, Raja di interview. Setelah proses interview
selesai, juri meminta Raja untuk berakting. Meski sempat gugup, namun Raja
sanggup melakonkannya sesuai dengan skenario tim kreatif.
“Terima kasih sudah bersedia di casting. Tunggu
pengumumannya besok ya. yang lolos akan dihubungi secara pribadi.”
“Terima kasih!” Raja membungkukkan badannya sebagai
hormat terakhirnya. Senyum mereka penuh kepuasan pun tergambar di wajah Raja. Hari
ini, menang ataupun kalah tak akan jadi masalah besar buatnya. Yang terpenting
ia berani untuk tampil. Bukannya gagal di awal itu wajar? Semangat, Raja!
**
Belum sampai di kosan, Raja sudah dikejutkan dengan
kehadiran Mamanya. Ia melihat Mamanya sedang celingukan ke dalam pagar. Seperti
ragu untuk masuk atau tetap di luar.
Raja tak langsung turun dari mobil dan menemui Mamanya,
ia parkirkan terlebih dahulu mobil kesayangannya di depan kamar, lalu secepat
kilat Raja menghampiri Mamanya. Bisa gawat kalau ada yang melihat.
“Raja..” ujar Mamanya.
Raja tak menyahut sapaan Mamanya. Ia menggamit tangan
Mamanya lalu menariknya lembut masuk ke mobil.
“Ada apa sih, Raj? Kok kayaknya panik gitu?”
“Mama ngapain di sini?”
Kening Mamanya Raja berkerut?
“Kok untuk apa sih? Mama mau jenguk kamu, Raj. Mama
kangen! Hape kamu satu harian nggak aktif, lagi. Ya Mama samperin aja ke sini.
Kamu sehat kan sayang?” ujar Mama.
“Iya Ma, aku sehat. Tapi Mama hati- hati dong kalau ke
sini. Kalau ada yang ngenalin Mama, gimana? Raja nggak mau ya usaha sia- sia
Raja sia- sia..” mata raja celingukan ke luar mobil, kali- kali aja ada
Papparazzi yang mengikuti Mama dari belakang.
“Raja sayang, ia deh! Mama janji nggak akan ulangi
lagi..”
**
Sepulang dari kantor pos, Caca merasakan terik
matahari semakin membakar kulitnya. Meskipun begitu, Caca tetap menggowes
sepedanya. Sedikit demi sedikit keringat mengalir di sekujur tubuhnya, namun ia
nggak peduli sama sekali. Ia terus menggowes sepedanya pulang ke kosan. Kalau
sudah sampai kamar, baru deh ngadem. Batin Caca tanpa ada niatan untuk berteduh
di jalan.
Caca menghentikan gowesannya jauh di depan kos-kosan.
Caca sedikit heran melihat dua orang yang baru saja keluar dari mobil mewah di
depan kosan. Rasanya nggak bisa percaya kalau salah satu dari dua orang itu
dikenalnnya. Memang belum lama mengenal, namun Caca merasa harus bertindak
melihat kondisi seperti ini.
Caca kembali menggowes sepedanya. Ia harus
memperingatkan Raja bahwa yang ia lakukan sekarang bukan hal yang baik. Mungkin
beginilah anak perantauan yang baru mengerti bagaimana kejamnya Ibukota, pikir
Caca.
Caca semakin dekat. Ditinggalkannya sepeda berwarna
pink miliknya dan berjalan mendekati Raja. Dengan senyum yang memaksa, Caca
membawa Raja jauh dari wanita yang usianya jauh di atas mereka.
“Apaan sih, Ca?” tanya Raja sedikit berbisik.
Caca menghela nafasnya, dan nggak langsung menjawab
pertanyaan yang dibarengi dengan kerutan di kening Raja.
“Raj, gue ngerti, hidup di Jakarta itu memang sulit.
Tapi nggak sepatutnya lo ngelakuin hal ini, Raj. Kalau lo butuh sesuatu, lo
tinggal bilang ke gue. Kalau gue bisa, pasti gue bantu kok, gue kan sahabat lo.”
“Apaan sih maksud lo Ca? Gue nggak ngerti deh!” Raja
semakin bingung melihat ucapan Caca yang aneh bin misterius ini.
“Coba bayangkan, mana ada kos-kosan sebagus milik
Tante Farah dengan harga terjangkau. Kalau Tante Farah tau lo simpenan
tante-tante, lo bakalan dikeluarin dari kosan, Raj..” sepertinya Caca yang
terlalu banyak bicara sehingga membuat Raja hampir setress.
“WHAT? Lo bilang gue simpenan tante- tante? Yang bener
aja lo, Ca..”
Terjawab sudah kebingungan besar di atas kepala Raja.
Oh my God, kok bisa sih Caca mengira dirinya berondong simpenan tante- tante?
“Nah itu ngapain lo nebeng mobil tante itu?” Caca
melongo ke arah tante- tante yang tadi mengobrol bersama Raja. Belum juga
hilang prasangka buruk Caca mengenai tante tersebut.
“Ya ampun.. Tante itu…” Raja berhenti. Ia seakan ragu
untuk menjelaskan siapa tante itu sebenarnya?
“Siapa?”
“Tante itu kebetulan lewat kok. Terus mobilnya mogok,
ya gue bantuin dong. Gila ya lo? Masa nyangka gue simpenan tante-tante sih?”
protes Raja.
“Lo bohong kan?” caca sampai menuding Raja karena ia
belum yakin sama sekali.
“Nggak. Gue nggak bohong Caca Marica hehei..” Raja
berusaha meyakinkan bahwa apa yang ia katakan barusan bukan sebuah bualan.
“Kok lo gugup? Terus lo pake masuk- masuk mobil tante
itu segala lagi. Memangnya mobil lo ke mana?” Kata Caca dengan mata menyidik.
Raja mendesah. Raja kehabisan ide untuk menjawab semua
pertanyaan curiga Caca kepadanya. Bagaimana lagi caranya untuk menyangkal
prasangka buruk Caca. “Gile aja, nyokap gue disangka tante- tante doyan
berondong.”
“Raj, jawab!”
Raja tersentak. Ternyata Caca masih menanti
jawabannya. Siapa tante itu, Raj? Siapa?
“Udah deh. Sekarang lo gue kenalin deh ke tante itu.
Ayok!” Raja menarik tangan Caca untuk mengajaknya berkenalan dengan Tante
tersebut.
Caca menampel tangan Raja dan keukeuh tak mau pergi
dari tempatnya berdiri sekarang ini. “Ngapain? Ogah ah!”
“Biar lo nggak berprasangka buruk terus sama gue.
Mending lo tanya deh, siapa Tante itu sebenarnya?” Raja menarik lagi tangan
Caca untuk membawanya berkenalan dengan Tante yang disangka Caca tadi sebagai Tante-
tante genit.
Caca diam. Ia merasa kurang yakin untuk menerima
ajakan Raja. Tapi kalau nggak pergi, Caca nggak akan tahu siapa Tante itu
sebenarnya.
Raja terus memaksa Caca, dan akhirnya Caca luluh.
Perlahan Caca mengikuti Raja dari belakang dengan perlahan. Bahkan ketika sudah
berhadapan dengan Tante tersebut Caca masih ragu. Kenalan, nggak? Kenalan,
nggak? Jangan- jangan beneran Tante- tante genit lagi.
“Tante, maaf ya.” pinta Raja dengan nada yang sedikit
rendah, bahkan Raja juga merundukkan badannya ketika berkata pada Tante
tersebut.
“Tante?”
“I..iyaa.. Tante. Temen saya mau kenalan nih. Kenalin
ini Caca, taaaaann..teee…” Raja melirik Caca yang sedang main kucing- kucingan
di belakang Raja. “Ca, sini!”
Caca mengulurkan tangannya. Diperhatikannya baik- baik
bagaimana wajah Tante tersebut lalu membatin “kayaknya gue salah deh!”
“Mobilnya udah beres kan, Taaann..tee? kami permisi
dulu yah..” kata Raja dengan nada yang berpisah- pisah.
“Eh, tunggu dulu, Raj.”
Raja berhenti, namun wajahnya menunjukkan
kekhawatiran. Raja takut kalau Caca yang
aneh ini semakin gila tanya ini dan itu kepada Mamanya yang sedang ia
sembunyikan identitasnya.
“Tante beneran mobilnya sudah selesai?”
Tante yang notabenenya adalah Mamanya Raja sendiri
sedikit bingung dengan sandiwara dadakan yang di buat oleh anaknya tersebut.
“Ooohh.. Iya. Sudah! Untung saja ada temen kamu ini.
Makasih ya, nak.. Taaann..tee permisi
dulu!”
Setelah mendapat isyarat dari Raja yang berdiri di
belakang Caca, Tante tersebut berbalik. Bahkan nggak membiarkan Caca ataupun
Raja menjawab ucapan terima kasihnya.
“Tuhkan udah bener. Hati- hati di jalan ya, Tante. Bye
bye..” Raja melambaikan tangannya pada Mamanya yang berperan diskenario
butanya.
FIUH!
Barulah Raja berlega hati. Ia akui, aktingnya payah
kali ini.
“Lain kali, jangan tuduh gue yang enggak- enggak deh
kalau nggak punya bukti kuat..”
Caca diam. Mungkin ia menyesal telah menuduh Raja
adalah berondong simpanan Tante- tante. Sedangkan Raja, ia masuk ke dalam
gerbang tanpa mengajak Caca sama sekali. Ia masuk sendirian dan membiarkan Caca
tetap berdiri di tempat tadi.
“Raja…” panggil Caca.
Raja berbalik namun tak kembali lagi.
“Maafin gue ya..”
Raja tersenyum kecil mendengar permintaan Caca
barusan. Garis- garis bibirnya tiba- tiba membentuk sebuah senyum yang indah meski
senyum itu belum sempurna. Caca tertegun dan sedikit tersenyum sebagai
penyesalan atas kebodohannya di siang terik yang membakar kulit begini,
“Gue lupa bilang ya, Ca. Di dalam persahabatan nggak
ada yang namanya maaf ataupun terima kasih. No Sorry, No Thank you! Understand?”
Caca tersenyum kecil, lalu mengangguk.
TO
BE CONTINUED…
**
Oleh
: Vivie Hardika SS..
Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran yah! Ke Hardika_cungkring@yahoo.com
juga boleh kok. Apalagi ke akun facebook aku ‘Vivie Hardika Cungkring’. Tapi
ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie
xie Ni J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni