GANTENGNYA
PARIBANKU
VIVIE
HARDIKA SS
“Rey, bagaimana? Jadi tidak kau jawab pertanyaanku
semalam?”
Aku terperangah. Alamak! Bagaimana pula ini? Ucok
sudah ngebet pingin cepat- cepat menerima jawabanku atas rasa cintanya.
“Rey? Kau dengar aku tidak sih?” Ucok sedikit kesal
melihatku malah termenung, sementara ia sudah daritadi menunggu. “Anak gadis
itu tak boleh banyak melamun. Kau ingatkan? Aku ini paribanmu.” Kata Ucok
panjang lebar.
Yang dikatakan Ucok barusan itu memang benar. Ucok
yang sekarang sedang menodongku saat ini memang paribanku. Kuakui Ucok itu
ganteng seganteng Ariel dan berkharisma, bahkan dia rela pindah dari Medan
menyusul keluargaku hanya untuk lebih dekat denganku. Katanya, supaya aku tak
akan kepincut dengan yang lain.
Ucok juga berjanji
mau mengajak aku keliling Danau Toba setelah lulus nanti. Iih, aku kan sudah
sering ke Danau Toba, Berastagi, Parapat,
Air terjun si gura- gura, aku sudah sering ke sana. Tempat- tempat
terindah lainnya di Medan, sudah pernah aku kunjungi dulu, sebelum kami pindah
ke Jakarta 3 tahun yang lalu.
“Rey, kenapa kau masih melamun sih?”
“Aku pusing, Cok. Besok aja gimana?” aku memegangi
kepalaku untuk meyakinkannya kalau aku benar- benar pusing.
“Ya sudahlah kalau begitu. Apa boleh buat!” Ujar Ucok
kemudian.
Aku diam dan membiarkan Ucok menyantap kue Meranti
buatan Opungku. Yah, terserahlah. Yang akan terjadi besok, terjadilah. Aku
tidak akan peduli. Meskipun paribanku masih ganteng tapi aku sudah tidak
menyukainya lagi. Aku sendiri tak tahu bagaimana aku bisa semudah cintaku
luntur padanya.
**
“Reyna!”
Aku berpaling ke belakang, ke arah sumber suara yang
memanggilku. Dialah Priyo. Si cowok santun yang berasal dari Jogja. Priyo juga
tak kalah gantengnya dengan Ucok, dan aku naksir berat sama Priyo. Tapi, itu dulu.
Aku yang memang mupeng banget liat cowok ganteng
langsung naksir pada pandangan pertama. Ketika ku tahu Priyo medok banget
jawanya, aku jadi ilfeel. Masa dia berjanji untuk mengajariku bermain gending
jawa? Aku bilang saja aku lebih kesemsem
pada personel 2PM, boyband korea yang lagi in banget.
“Gending jawa itu adalah warisan leluhur, sementara
2PM itu warisan globalisasi yang akan punah suatu ketika,” bujuk Priyo sok tau.
Aku langsung manyun waktu dia bilang seperti itu
padaku. Ingin rasanya aku menjitak kepalanya saat itu juga. Songong banget sih
pake bahas- bahas warisan globalisasi segala? Sok tau. Yang jelas 2 PM itu
lebih keren daripada gending jawa. Ya iyalah, masa manusia disamakan dengan
alat tradisional?
“Kamu cepat banget sih jalannya, Rey? Aku sampai ngos-
ngosan begini!” ujar Priyo lebay. Priyo memang sedikit lebay, makanya aku
ilfeel padanya.
“Kenapa, Pri?” tanyaku datar.
“Aku.. Ah, bilang nggak ya?”
Keningku berkerut. Aneh aja gitu liat cowok centil
begini.
“Kamu mau bilang apa sih Pri?” aku mengigit bibir.
“Aku.. Aduh, masa kamu lupa sih, Rey?”
“Haduh, Apaan sih Pri?”
Ku lihat wajah Priyo murung dan cemberut. Aduh, jadi
nggak tega aku ngeliatnya begitu.
“Yang.. Yang kemaren itu lho. Kamu terima aku nggak?”
tanyanya lembut.
Priyo memang lembut banget pribadinya. Saking
lembutnya, terkadang aku tidak mendengar ucapannya.
Jawa dan Batak memang berbeda bukan? Di rumahku,
semuanya berbicara seperti orang berteriak, lain pula dengan Priyo yang
berbicara dengan segenap kelembutannya. Aku yakin rumah Priyo pasti sunyi
banget.
“Mmm.. Gimana yah? Sebenarnya, aku cuma anggap kamu
sebagai sahabat, Pri. Aku suka kamu sebagai sahabat, bukan se…” belum sempat
aku melanjutkan kata-kataku aku sudah melihat sendu di mata Priyo. aku
tersentuh, dan menyesal mengatakan yang sebenarnya, tapi aku harus jujur. Aku
hanya ingin bersahabat dengannya. Karena persahabatan tak akan ada putusnya.
“Hey, kau apakan paribanku, hah?” suara itu membuat
aku tersentak, Priyo juga.
Itu suara Ucok. Tadi aku meninggalkannya saat
memarkirkan kereta[1].
Ucok!
Priyo lari terbirit- birit melihat Ucok datang dan
membentaknya. Yah, bagi Priyo yang lembut, Ucok itu super kasar.
“Tak beranikan kau sama aku. Ah, dasar cemen!”
teriaknya lagi.
“Ucok, apa-apaan sih? Malu tau!” ujarku.
“Biarkan saja. Memangnya dia tadi ngapain?”
“Kurasa kau juga tau!” jawabku singkat.
“Angek dia sama aku. Lha tiap hari makannya belacan,
sementara aku ayam. Pantas dia gondok kali sama aku. Makanya kau terima aku
sajalah, Rey. Jangan si Priyo itu!” sementara itu Ucok terus membujuk Reyna.
“Memangnya kenapa?” tanyaku dengan kening berkerut.
“Bisa jadi lelembut nanti kau. Tak kau lihat rupanya,
si Priyo itu, pijak berak saja tidak pendeng[2].”
“Jorok kalipun kau!”
“Yang penting aku ganteng kan?” Ketus Ucok.
“Iya. Paribanku ini memang ganteng!” aku mencubit pipi
Chubby-nya.
Sekarang, yang ada dihadapanku hanyalah Ucok.
Paribanku yang paling ganteng dan aku harus menyukainya.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni