Minggu, 27 Mei 2012

GANTENGNYA PARIBANKU

GANTENGNYA PARIBANKU
VIVIE HARDIKA SS

“Rey, bagaimana? Jadi tidak kau jawab pertanyaanku semalam?”
Aku terperangah. Alamak! Bagaimana pula ini? Ucok sudah ngebet pingin cepat- cepat menerima jawabanku atas rasa cintanya.
“Rey? Kau dengar aku tidak sih?” Ucok sedikit kesal melihatku malah termenung, sementara ia sudah daritadi menunggu. “Anak gadis itu tak boleh banyak melamun. Kau ingatkan? Aku ini paribanmu.” Kata Ucok panjang lebar.
Yang dikatakan Ucok barusan itu memang benar. Ucok yang sekarang sedang menodongku saat ini memang paribanku. Kuakui Ucok itu ganteng seganteng Ariel dan berkharisma, bahkan dia rela pindah dari Medan menyusul keluargaku hanya untuk lebih dekat denganku. Katanya, supaya aku tak akan kepincut dengan yang lain.

Ucok  juga berjanji mau mengajak aku keliling Danau Toba setelah lulus nanti. Iih, aku kan sudah sering ke Danau Toba, Berastagi, Parapat,  Air terjun si gura- gura, aku sudah sering ke sana. Tempat- tempat terindah lainnya di Medan, sudah pernah aku kunjungi dulu, sebelum kami pindah ke Jakarta 3 tahun yang lalu.
“Rey, kenapa kau masih melamun sih?”
“Aku pusing, Cok. Besok aja gimana?” aku memegangi kepalaku untuk meyakinkannya kalau aku benar- benar pusing.
“Ya sudahlah kalau begitu. Apa boleh buat!” Ujar Ucok kemudian.
Aku diam dan membiarkan Ucok menyantap kue Meranti buatan Opungku. Yah, terserahlah. Yang akan terjadi besok, terjadilah. Aku tidak akan peduli. Meskipun paribanku masih ganteng tapi aku sudah tidak menyukainya lagi. Aku sendiri tak tahu bagaimana aku bisa semudah cintaku luntur padanya.
**

“Reyna!”
Aku berpaling ke belakang, ke arah sumber suara yang memanggilku. Dialah Priyo. Si cowok santun yang berasal dari Jogja. Priyo juga tak kalah gantengnya dengan Ucok, dan aku naksir berat sama Priyo. Tapi, itu dulu.
Aku yang memang mupeng banget liat cowok ganteng langsung naksir pada pandangan pertama. Ketika ku tahu Priyo medok banget jawanya, aku jadi ilfeel. Masa dia berjanji untuk mengajariku bermain gending jawa?  Aku bilang saja aku lebih kesemsem pada personel 2PM, boyband korea yang lagi in banget.
“Gending jawa itu adalah warisan leluhur, sementara 2PM itu warisan globalisasi yang akan punah suatu ketika,” bujuk Priyo sok tau.
Aku langsung manyun waktu dia bilang seperti itu padaku. Ingin rasanya aku menjitak kepalanya saat itu juga. Songong banget sih pake bahas- bahas warisan globalisasi segala? Sok tau. Yang jelas 2 PM itu lebih keren daripada gending jawa. Ya iyalah, masa manusia disamakan dengan alat tradisional?
“Kamu cepat banget sih jalannya, Rey? Aku sampai ngos- ngosan begini!” ujar Priyo lebay. Priyo memang sedikit lebay, makanya aku ilfeel padanya.
“Kenapa, Pri?” tanyaku datar.
“Aku.. Ah, bilang nggak ya?”
Keningku berkerut. Aneh aja gitu liat cowok centil begini.
“Kamu mau bilang apa sih Pri?” aku mengigit bibir.
“Aku.. Aduh, masa kamu lupa sih, Rey?”
“Haduh, Apaan sih Pri?”
Ku lihat wajah Priyo murung dan cemberut. Aduh, jadi nggak tega aku ngeliatnya begitu.
“Yang.. Yang kemaren itu lho. Kamu terima aku nggak?” tanyanya lembut.
Priyo memang lembut banget pribadinya. Saking lembutnya, terkadang aku tidak mendengar ucapannya.
Jawa dan Batak memang berbeda bukan? Di rumahku, semuanya berbicara seperti orang berteriak, lain pula dengan Priyo yang berbicara dengan segenap kelembutannya. Aku yakin rumah Priyo pasti sunyi banget.
“Mmm.. Gimana yah? Sebenarnya, aku cuma anggap kamu sebagai sahabat, Pri. Aku suka kamu sebagai sahabat, bukan se…” belum sempat aku melanjutkan kata-kataku aku sudah melihat sendu di mata Priyo. aku tersentuh, dan menyesal mengatakan yang sebenarnya, tapi aku harus jujur. Aku hanya ingin bersahabat dengannya. Karena persahabatan tak akan ada putusnya.
“Hey, kau apakan paribanku, hah?” suara itu membuat aku tersentak, Priyo juga.
Itu suara Ucok. Tadi aku meninggalkannya saat memarkirkan kereta[1].
Ucok!
Priyo lari terbirit- birit melihat Ucok datang dan membentaknya. Yah, bagi Priyo yang lembut, Ucok itu super kasar.
“Tak beranikan kau sama aku. Ah, dasar cemen!” teriaknya lagi.
“Ucok, apa-apaan sih? Malu tau!” ujarku.
“Biarkan saja. Memangnya dia tadi ngapain?”
“Kurasa kau juga tau!” jawabku singkat.
“Angek dia sama aku. Lha tiap hari makannya belacan, sementara aku ayam. Pantas dia gondok kali sama aku. Makanya kau terima aku sajalah, Rey. Jangan si Priyo itu!” sementara itu Ucok terus membujuk Reyna.
“Memangnya kenapa?” tanyaku dengan kening berkerut.
“Bisa jadi lelembut nanti kau. Tak kau lihat rupanya, si Priyo itu, pijak berak saja tidak pendeng[2].”
“Jorok kalipun kau!”
“Yang penting aku ganteng kan?” Ketus Ucok.
“Iya. Paribanku ini memang ganteng!” aku mencubit pipi Chubby-nya.
Sekarang, yang ada dihadapanku hanyalah Ucok. Paribanku yang paling ganteng dan aku harus menyukainya.
**


[1] Kereta : sama seperti motor
[2] Pendeng : penyet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni