Minggu, 26 Februari 2012

DON'T LET ME - EPISODE 7


DON’T LET ME..

EPISODE 7
LOVE IS DAMN!

Kalau ada kebahagiaan, pasti juga ada kesengsaraan.

Bangun di pagi hari memang menyegarkan. Semenjak Raja nge-kos, ia tidak pernah bangun kesiangan. Ia selalu patuh pada bunyi jam wekernya. Jauh berbeda ketika ia masih tinggal di
rumah. Selalu saja mengandalkan Bibik atau Mamanya, dan meskipun jam wekernya berdering 155 kali, ia tidak akan bangun jikalau keduanya belum membangunkannya. Sekarang, semuanya sudah berubah dan berbeda pula. Tidak ada lagi Bibik ataupun Mama. Yang ada hanyalah Raja seorang. Kemauan untuk meraih sendiri impiannya membuat Raja sanggup untuk merubah dirinya sendiri. Termasuk ketika harus berubah 180 derajat.
“Rajaa..”
Raja belum juga masuk ke kamar mandi, seseorang sudah meneriaki namanya di luar sana. Dari suaranya, Raja bisa mengenali. Tapi, ah masa sepagi ini? Buat apa? Pikirnya.
Dengan masih berbalut handuk, Raja membukakan pintu untuk si tamu yang bisa dibilang kepagian itu. Tidak perlu malu sih, toh suara itu berjenis sama dengannya.
“Elo? Ngapain?”
Tuh kan? Raja mengenali si tamu kepagian itu. Siapa lagi kalau bukan sohibnya yang paling  cakep, eh sok kecakepan deh.
“Mau bareng sama lo. Motor gue di bengkel.” Ujarnya nyelonong begitu saja dan tanpa dipersilahkan, Ari sudah duduk di kursi dekat jendela.
“Perasaan kemaren masih fine- fine  aja deh! Lo kemari naik apa?” tanyanya sedikit curiga.
“Angkot!” jawabnya singkat.
“Lah! Kenapa nggak sekalian aja ke kampus? Ngapain juga pake mampir segala?” Raja masih menatap Ari penuh kecurigaan.
Ditanya begitu, Ari jadi panik. Raut wajahnya yang semula baik- baik saja, tiba-tiba gelisah tak menentu. Mungkin ia sedang mencari jawaban yang pas. Sedetik setelahnya, jawaban sudah didapatnya, namun pandangan Raja yang sedikit menyeramkan membuatnya membeku dan terpaksa kembali bungkam. Nggak jadi deh!
“Kurang kerjaan banget mampir ke kosan gue segala. Atau jangan- jangan…” Raja menghentikan omongannya.
Jangan- jangan apaan sih?
“Apaan sih? Gue kan niatnya baik.” Elak Ari dengan mimik yang luar biasa galau.
“Baik apanya? Kurang kerjaan iya. Sepagi ini lo dateng ke kosan gue. Jangan- jangan ini sambungan yang kemaren, lagi?” tebak Raja tanpa didasari dengan basa- basi.
“Sambungan apaan sih? Sinetron kali, pake bersambung segala!” sangkalnya lagi dan lagi.
Yah, dari raut wajahnya yang nggak biasa, Ari memang sedang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Cuma, ya pura- pura aja nggak punya.
Raja beralih dari hadapan Ari, dan langsung masuk kamar mandi. Tak dihiraukannya lagi apa yang akan di lakukan Ari di dalam kamarnya. Whatever-lah! Yang terpenting buatnya saat ini adalah, jangan sampe telat ngampus!
Selama berada di kamar mandi, Raja tak mendengar suara Ari barang sebentarpun. Kamarnya sama saja seperti biasanya. Sunyi dan senyap.
Itu anak ketiduran kali ya? kok nggak bersuara sih? Biasanya aja, paling bawel. Tanya ini lah, tanya itulah! bakat jadi pers juga deh kayaknya tuh anak!
Batin Raja.
Dan benar saja, ketika Raja keluar dari kamar mandi, kamarnya kosong. Bahkan tempat duduk yang tadi di dudukinya juga masih kosong.
Sembari menggosok- gosok kepalanya yang basah dengan handuk, Raja kelimpungan mencari Ari yang tiba-tiba nongol dan tiba-tiba pula menghilang. Punya keturunan jin kali yah?
CTEEEKK!!
Raja sampai keluar untuk mengecek apakah Ari benar- benar hilang atau jangan- jangan yang tadi pagi itu bukan Ari beneran? Tapi semacam halusinasi atau imajinasi semata. Ah, masa meng-imajinasi-kan Ari? Kayak nggak ada imajinasi yang lebih keren aja. Yah, emang sih Ari nggak jelek- jelek amat, dan mungkin kalau yang meng-imajinasi-kan itu seorang cewek, ada kesan lebih istimewa lagi. Lah! Kalau sampai Raja yang berimajinasi, apa kata dunia.
Raja bergedik, dan meneruskan langkahnya ke lemari untuk membenahi dirinya. Masa bodoh ah! Pikirnya.
Setelah rapi, Raja keluar kamar dan celingukan ke sekitar kamar yang lain. Suara yang sama pun kembali terdengar, dan feeling nya benar lagi. Ari…
Raja menoleh ke kiri, dan melongo sebentar ke kamar Caca. Tuh kan bener! Si Raja gombal sedang beraksi. Wow!
Caca? Kok udah bangun sih?
Raja diam dan tak menimbulkan suara. Ia bersembunyi di tembok pembatas antara kamar yang satu dengan kamar yang lainnya dan mengintip di balik pot bunga kecil yang bertengger rapi di atas tembok pembatas tersebut. Tembok pembatas itu tidak terlalu besar, kira- kira hanya berukuran 1 meter ke samping, dan tingginya setinggi pundaknya Raja. Itulah sebabnya Raja harus merunduk dan memipihkan tubuhnya. Supaya nggak ketahuan lagi ngintip.
Awas bintitan lho!
 Raut wajah Raja berubah seketika. Tak lagi sama dengan mentari pagi yang semakin lama semakin terang sinarnya. Bahkan tak sesegar orang yang habis mandi pagi.
Akrab banget sih!
Raja masih ngumpet. Untunglah masih ada pelindung. Dari celah dedaunan, Raja bisa melihat Ari yang terus mengeluarkan jurus gombalnya, sekaligus melihat senyum di pagi harinya Caca.
Di awal, Raja bisa mendengar gombalan apa yang dikeluarkan Ari. Tapi, lama kelamaan sara Ari kian mengecil sehingga Raja tak bisa mendengar lebih jelas lagi. Bisa kebayang kan nguping di pagi hari, bercampur suara ayam minta makan, burung- burung yang berterbangan bebas, lebih parahnya lagi, di kosan sebesar ini orangnya kalau ngomong pada naik oktaf semua, jelaslah Raja kurang bisa menerima dengan baik apa yang dikatakan Ar apa yang dikeluarkan Ari. Tapi, lama kelamaan sara Ari kian mengecil sehingga Raja tak bisa mendengar lebih jelas lagi. Bisa kebayang kan nguping di pagi hari, bercampur suara ayam minta makan, burung- burung yang berterbangan bebas, lebih parahnya lagi, di kosan sebesar ini orangnya kalau ngomong pada naik oktaf semua, jelaslah Raja kurang bisa menerima dengan baik apa yang dikatakan Ari pada Caca.
Baru tau kalau Ari doyan ngegosip juga. Batin Raja lagi.
Segala prasangka buruk bergiliran muncul di kepala Raja. Jangan- jangan mereka.. atau jangan-jangan..
PRRAAKK!!
Ceroboh!
Yah! Itu memang Raja.
Raja yang terlalu bersemangat mendengarkan isi percakapan antara caca dengan Ari secara diam- diam, sampai nggak sengaja menyenggol pot bunga yang tadi berguna untuk melindunginya. Pot itu bergeser dan langsung meluncur ke bawah.
Yaaahh.. Ketahuan deh!
Raja menggigit bibir, mukanya tampak pucat dan mungkin ada rasa malunya juga.
Mati deh, ketahuan ngintipin.
“Jiah, nih anak ceroboh amat sih!” ujar Ari sewot.
Ari ataupun Caca kontan bangkit ketika melihat wajah panik Raja di balik tembok pembatas.
“Raja, ngapain di situ?” tanya Caca dengan mimik khawatir.
“Kayaknya ada yang mau nguping nih!” sindir Ari.
“Siapa yang nguping? Gue.. Gue emang nggak sengaja kok. Licin kali nih tembok, makanya potnya meluncur, terus jatoh deh!” ujar raja membela diri. Nafasnya terdengar terengah- engah.
“Alesan!” sindir Ari lagi.
Raja sempat melirik, Caca tersenyum kecil mendengar pertengkaran kecil mereka.
“Rajaaa.. Kamu apakan pot, tante?”
Raja makin panik. Tante Farah yang memang suka patroli kalau pagi, shock melihat pot bunganya pecah berantakan. Tante Farah lalu mengambil pecahan pot itu dan memperlihatkannya ke Raja.
Sebenarnya tanpa diperlihatkanpun, Raja juga tau kalau potnya pecah.
“Lihat nih! Pot Tante jadi pecah! Kamu apain sih?”
Pelototan Tante Farah membuat Raja makin panik. Mimpi apa Raja kemaren? Disepagi ini sudah ketiban sial.
“Maaf tante, Raja nggak sengaja. Ntar Raja ganti deh Tan. Pliss, jangan laporin ke Polisi yah Tan! Peace..” Raja mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya secara bersamaan.
“Apa? Polisi? Kamu kira Tante sekeji itu apa?” mata Tante Farah semakin lebar, dan Raja semakin galau dibuatnya.
“Siapa tau tanta bakalan ngelaporin Raja seperti kasus di tivi kemaren. Nggak etis kan kalau Raja dipenjara 5 tahun gara- gara mecahin potnya tante!”
“Ooohh, jadi kamu nyindir tante?”
Tante Farah tersinggung, dicampakkannya pecahan pot tadi dan bertolak pinggang ke arah Raja, dan tak lupa pula pelototannya yang kian lama kian seram.
“Bukan gitu juga maksud Raja, tante. Maaf tante! Entar pulang kuliah Raja beli yang baru yah!” rayunya.
Hebat! Raja berhasil merayu Tante Farah. Kalau merayu cewek lain, bakalan segamblang ini nggak ya?
Ari dan Caca yang turut menjadi saksi-pun tak berkutik. Mereka hanya diam dan sesekali tersenyum geli melihat Tante Farah yang terus melotot ke arah Raja.
**

“Pleaseee.. Gue nebeng yah! Kita kan satu tujuan!” pinta Ari ke Raja yang bersih keukeuh tak mau ditumpangi.
“Haah? Satu tujuan? Jangan bilang kalau lo mau mampir ke kosan gue lagi?”
Ari tak menjawab. Mimik wajahnya cukup untuk menjawab pertanyaan Raja barusan.
“Eh, gue bilangin ya sama lo. Lo nggak usah deh gangguin Caca lagi!” ujar Raja memperingati Ari yang roman- romannya akan mendekati Caca terus.
“Lho, kenapa?” protes Ari. “Lo cemburu ya? lo cemburu kan? Lo naksir juga yah sama Caca? Lo cinta sama dia?” tanyanya dengan curiga.
“Cemburu? Siapa lagi yang cemburu. Gue sama Caca itu cuma temen. Gue nggak punya waktu buat ngurusin cinta. Nggak kayak elo, cinta melulu yang ada di otak lo! I thought, love is damn! Cinta itu, bikin sengsara!” ujar Raja meyakinkan Ari.
“Waaahh.. Lo belum kena batunya nih! Hati- hati lho sama omongan lo! Jangan main- main sama yang namanya Cinta. Main ngutuk- ngutuk segala lagi! Suatu saat, lo yang bakal dikutuk sama cinta! Kalau itu sampe terjadi, gue angkat tangan deh! Rasain sendiri!”
Whatever!
“Dengerin gue! Cinta itu memang cuma satu kata, tapi maknanya cuy, beuuuhh dalem bangeeet. Nggak bisa deh lo menjabarkan makna cinta dalam kalimat apapun. Rasanya juga macem- macem. Kalau ada kebahagiaan, pasti juga ada kesengsaraan. Jadi lo jangan songong, maunya bahagia melulu!”
“Nggak usah nasehatin gue deh lo! Gue cuma mau peringatin elo aja, Caca itu cewek polos, cewek baik yang nggak punya waktu buat nerima gombalan lo terus! Dia itu sibuk tau! Jadi, lo nggak usah deh gangguin dia lagi!”
“Sibuk apaan? Dia bilang sama gue, dia nggak kuliah kok!”
“Ya sibuk ngelarin novel- novelnya lah. Jangan sampe ya, lo ngerusak semua mimpinya!” ancam Raja, jari telunjukknya pun tak ketinggalan diacungkannya.
“Ooohh, jadi Caca itu penulis! Cocok dong sama gue. Caca penulis, gue calon sutradara! Klop kan?” Kata Ari sambil memandangi langit- langit kampus.
“Nih anak! Susah juga ya dibilangin. Caca itu ke Jakarta buat ngebuktiin sama orang tuanya, kalau mimpinya menjadi penulis itu nggak salah sama sekali, bukan untuk ngeladeni elo, dodol!”
TUK!
Saking gemesnya, Raja sampai ngejitakin kepalanya Ari. Nggak ngerti juga dibilangin dari tadi, dan nggak peduli saat Ari mengaduh kesakitan.
“Kalau nggak cinta, jangan sewot dong! Sakit tau!” Ari mengusap kepalanya berulang kali supaya jitakan Raja barusan tak menimbulkan benjolan. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Raja sendirian tanpa penjelasan apapun juga. Katanya mau nebeng, kok malah ninggalin sih?
“Eh, gue belum selesei ngomong nih! Pokoknya awas ya kalo lo tetep ngegombalin Caca. Awas lo!” teriaknya karena Ari semakin lama semakin menjauh, dan sepertinya tak hirau lagi dengan ocehannya. “Ari.. Lo mau ke mana? Katanya mau nebeng? Oeeyyy…”
Ari balik badan dan balik meneriaki Raja “Gue nggak jadi nebeng. Gue mau mampir dulu ke florist! Mau beli mawar buat Caca..” teriak Ari dengan nada yang menantang.
ARIIII….
**

Pulang kuliah, Raja shock melihat kondisi kamar sebelah. Di situ Raja melihat garis polisi. Waduh, ada apa ini? Raja bingung tujuh sampe 8 keliling. Memangnya di kamar sebelah ada apa?
Sepertinya Raja harus bertanya pada seseorang. Tanya ke Tante Farah kejauhan, tanya saja ke kamar sebelahnya.
“Ca…”
Raja mengetuk pintu kamar no 6. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekati. Caca ,membuka pintu kamarnya dan melihat Raja berdiri di depannya sekarang.
“kamar sebelah kenapa, Ca? kok ada garis polisinya?”
“Narkoba!”
“Razia?”
Caca mengangguk. “Tepatnya, Razia dadakan. Kata Tante Farah, ia sengaja nggak melakukan razia tanggal 10 kemaren. Katanya lagi, buat menangkap basah si Rendy!”
“Jadi, Rendy itu pemakai?”
“Pengedar!” jawab Caca.
Raja menggigit bibir. Pengedar! Huih! Bisa dalem banget tuh hukuman. Hiii..
Raja bergedik, membayangkan hukuman yang akan diterima tetangga kamar sebelah.
“Lo baru pulang?”
Raja mengangguk cepat, lalu duduk di kursi yang ada di depan kamar Caca. Kursi itu juga yang tadi pagi diduduki Caca bersama Ari. 5 detik kemudian, caca menyusul dan duduk di samping Raja.
“Belakangan ini, gue sering ngeliat lo bangun pagi. Udah pensiun jadi zombie ya?” ledeknya.
“Apaan sih? Gue kan manusia, bukan zombie.” Sangkal Caca sembari memukul pundak Raja.
“Hehehe.. Biasanya kan lo kalau pagi tidur. Bangunnya pas matahari di atas kepala! Atau jangan- jangan lo sama sekali nggak tidur ya?” tebaknya.
“Gue baru baca, minum kopi berlebihan bisa menimbulkan penyakit jantung! Gue nggak mau lah, masih muda udah kena kanker jantung! Belum lagi resiko begadang! Sekarang, gue nggak pernah tidur terlalu malam lagi. Gue stop minum kopi, dan gue stop kerjaan gue di jam 11 malam. Lagipula, bangun pagi itu menyegarkan tau nggak!” jelasnya.
Bibir Raja membulat, lalu disusul anggukan kepalanya. Sesekali, Raja mencuri- curi pandang senyuman tipis caca.
Hape caca berdering, Raja was- was. Raja langsung menebak, itu pasti Ari. Gila bener tuh anak. Udah diperingatin malah nekat! Batinnya.
Caca merogoh saku celananya, belum sampai ke telinganya, Raja malah refleks merebutnya dari tangan caca.
“Raja..”
“Ini pasti Ari! Reject aja! Kurang kerjaan banget sih ni orang!” Raja menekan tombol reject tanpa membaca nama si pemanggil sama sekali.
“Raja!” bentak Caca. “Apaan sih? Itu tadi nyokap gue, bukan Ari!”
“Haah?”
Raja gugup, dan malu banget. Untung saja hape Caca kembali berdering, jadi Raja bisa lega.
“Nyokap gue nih, bukan Ari!” ujar Caca takut kalau kalau Raja melakukan hal yang sama, lalu menjawab panggilan Mamanya dengan segera. “Halo, Ma! Maaf Ma, tadi  kepencet sama Caca. Nggak sengaja. Maaf ya Ma..”
Raja bertambah malu. Ia menutup kedua telinganya dengan telapak kedua tangannya. Nggak berani deh nguping pembicaraan antara ibu dan anak.
“Emang kenapa sih kalau yang nelpon Ari?” tanya Caca seusainya menjawab telpon dari Mamanya. Barulah Raja berani membuka kupingnya yang sedari tadi ia tutup dengan telapak tangannya.
“Ng.. Ari itu.. Ari itu playboy, jadi gue.. gue nggak mau aja lo deket- deket sama playboy semacem Ari!” Ujar Raja berusaha menormalkan kembali nada bicaranya yang terengah- engah dan lebih mirip dengan atlit lari.
“Bertemen itu, nggak boleh pilih- pilih, Raj. Ari itu temen lo kan? Berarti Ari juga temen gue! Lagian playboy itu nggak jelek- jelek amat kok. Playboy kan juga manusia.”
“Jadi.. Lo suka sama playboy?” tanyanya cemas.
“Ya nggak gitu juga kali. Mana ada sih cewek yang suka dikadalin sama playboy cap buaya darat! Termasuk gue juga. Maksud gue, apa salahnya bertemen sama Ari. Emang lo mau punya temen kayak Rendy?”
“Iiihh.. Ogah deh!”
“Tuh kan!”
“Tapi…”
Handphone caca berbunyi lagi, dan Raja takut kalau yang ini beneran Ari.
Supaya tidak terulang, Caca menggenggam hapenya erat- erat supaya Raja tak bisa mengintip siapa yang menelponnya. “Nomor baru!” ujar Caca sembari menjauhkan hapenya jauh- jauh dari Raja.
“Nomor baru? Pasti itu Ari. Matiin aja deh. Sini biar gue aja yang matiin!” Raja berusaha merebut lagi, tapi Caca keburu refleks menjauhkan handphonenya dan menampel tangan Raja..
“Bukan Ari! No Ari udah gue save kok!”
“Ari itu…”
Shut up!” bentak Caca. “Halo..”
Raja gagal lagi. Caca keburu mengangkatnya, dan terpaksa ia harus curi- curi dengar. Siapa tau aja beneran dari Ari.
“Awas ya lo, Ri. Besok gue gibeng lo, kalo beneran elo!” batin Raja dengan muka serem. Berusaha mendengarkan percakapan antara Caca dan Ari dengan hati- hati.
“Iya bener saya Marsha Rania.”
“Kok malah nanyain nama sih?”
“Haah? Yang bener, mbak? Beneran lolos?”
“Pasti Mama..”
“Oke, mbak. Kalau begitu saya akan kirim kembali naskahnya. Makasih ya mbak!” tutupnya.
Raja bangkit dari tempat duduknya dan ingin kembali ke kamarnya.
“Eh, Raja! Lo mau ke mana?” halau Caca.
“Ke kamar!”
“Sini dulu! Gue mau kasih tau lo kabar gembira nih!”
“Kabar apa?” tanya Raja dengan mimik wajah yang meyakinkan kalau ia bener- bener nggak tau kabar apa yang akan diberitahukan Caca kepadanya.
“Tadi itu penerbit, Raj! Naskah gue.. Naskah gue lolos, dan dalam pengerjaan penerbitannya, Raj. Sebentar lagi gue punya buku!” ujarnya antusias.
“Serius lo?” Raja duduk kembali dan memasang wajah terkejut, dan perfecto.
Caca mengangguk dengan cepat.
“Ciee, first book nih. Selamat ya, Ca!” Raja mengulurkan tangannya.
“Ikut gue yuk!”
“Ke mana?”
“Gue mau traktir lo, sekarang!”
TO BE CONTINUED…
**
Oleh : Vivie Hardika SS..
Jangan lupa tulis kritik dan sarannya di dalam kotak komentar yah! Tapi ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie xie Ni J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni