DON’T LET ME..
EPISODE 7
LOVE IS DAMN!
Kalau ada kebahagiaan,
pasti juga ada kesengsaraan.
Bangun di pagi hari memang menyegarkan. Semenjak Raja
nge-kos, ia tidak pernah bangun kesiangan. Ia selalu patuh pada bunyi jam
wekernya. Jauh berbeda ketika ia masih tinggal di
rumah. Selalu saja
mengandalkan Bibik atau Mamanya, dan meskipun jam wekernya berdering 155 kali,
ia tidak akan bangun jikalau keduanya belum membangunkannya. Sekarang, semuanya
sudah berubah dan berbeda pula. Tidak ada lagi Bibik ataupun Mama. Yang ada
hanyalah Raja seorang. Kemauan untuk meraih sendiri impiannya membuat Raja
sanggup untuk merubah dirinya sendiri. Termasuk ketika harus berubah 180
derajat.
“Rajaa..”
Raja belum juga masuk ke kamar mandi, seseorang sudah
meneriaki namanya di luar sana. Dari suaranya, Raja bisa mengenali. Tapi, ah
masa sepagi ini? Buat apa? Pikirnya.
Dengan masih berbalut handuk, Raja membukakan pintu
untuk si tamu yang bisa dibilang kepagian itu. Tidak perlu malu sih, toh suara
itu berjenis sama dengannya.
“Elo? Ngapain?”
Tuh kan? Raja mengenali si tamu kepagian itu. Siapa
lagi kalau bukan sohibnya yang paling
cakep, eh sok kecakepan deh.
“Mau bareng sama lo. Motor gue di bengkel.” Ujarnya
nyelonong begitu saja dan tanpa dipersilahkan, Ari sudah duduk di kursi dekat
jendela.
“Perasaan kemaren masih fine- fine aja deh! Lo
kemari naik apa?” tanyanya sedikit curiga.
“Angkot!” jawabnya singkat.
“Lah! Kenapa nggak sekalian aja ke kampus? Ngapain
juga pake mampir segala?” Raja masih menatap Ari penuh kecurigaan.
Ditanya begitu, Ari jadi panik. Raut wajahnya yang
semula baik- baik saja, tiba-tiba gelisah tak menentu. Mungkin ia sedang
mencari jawaban yang pas. Sedetik setelahnya, jawaban sudah didapatnya, namun
pandangan Raja yang sedikit menyeramkan membuatnya membeku dan terpaksa kembali
bungkam. Nggak jadi deh!
“Kurang kerjaan banget mampir ke kosan gue segala.
Atau jangan- jangan…” Raja menghentikan omongannya.
Jangan- jangan apaan sih?
“Apaan sih? Gue kan niatnya baik.” Elak Ari dengan
mimik yang luar biasa galau.
“Baik apanya? Kurang kerjaan iya. Sepagi ini lo dateng
ke kosan gue. Jangan- jangan ini sambungan yang kemaren, lagi?” tebak Raja
tanpa didasari dengan basa- basi.
“Sambungan apaan sih? Sinetron kali, pake bersambung
segala!” sangkalnya lagi dan lagi.
Yah, dari raut wajahnya yang nggak biasa, Ari memang
sedang memiliki maksud dan tujuan tertentu. Cuma, ya pura- pura aja nggak
punya.
Raja beralih dari hadapan Ari, dan langsung masuk
kamar mandi. Tak dihiraukannya lagi apa yang akan di lakukan Ari di dalam kamarnya.
Whatever-lah! Yang terpenting buatnya saat ini adalah, jangan sampe telat
ngampus!
Selama berada di kamar mandi, Raja tak mendengar suara
Ari barang sebentarpun. Kamarnya sama saja seperti biasanya. Sunyi dan senyap.
Itu anak ketiduran kali ya? kok nggak bersuara sih?
Biasanya aja, paling bawel. Tanya ini lah, tanya itulah! bakat jadi pers juga
deh kayaknya tuh anak!
Batin Raja.
Dan benar saja, ketika Raja keluar dari kamar mandi,
kamarnya kosong. Bahkan tempat duduk yang tadi di dudukinya juga masih kosong.
Sembari menggosok- gosok kepalanya yang basah dengan
handuk, Raja kelimpungan mencari Ari yang tiba-tiba nongol dan tiba-tiba pula
menghilang. Punya keturunan jin kali yah?
CTEEEKK!!
Raja sampai keluar untuk mengecek apakah Ari benar-
benar hilang atau jangan- jangan yang tadi pagi itu bukan Ari beneran? Tapi
semacam halusinasi atau imajinasi semata. Ah, masa meng-imajinasi-kan Ari?
Kayak nggak ada imajinasi yang lebih keren aja. Yah, emang sih Ari nggak jelek-
jelek amat, dan mungkin kalau yang meng-imajinasi-kan itu seorang cewek, ada
kesan lebih istimewa lagi. Lah! Kalau sampai Raja yang berimajinasi, apa kata
dunia.
Raja bergedik, dan meneruskan langkahnya ke lemari
untuk membenahi dirinya. Masa bodoh ah! Pikirnya.
Setelah rapi, Raja keluar kamar dan celingukan ke
sekitar kamar yang lain. Suara yang sama pun kembali terdengar, dan feeling nya benar lagi. Ari…
Raja menoleh ke kiri, dan melongo sebentar ke kamar
Caca. Tuh kan bener! Si Raja gombal sedang beraksi. Wow!
Caca? Kok udah bangun sih?
Raja diam dan tak menimbulkan suara. Ia bersembunyi di
tembok pembatas antara kamar yang satu dengan kamar yang lainnya dan mengintip
di balik pot bunga kecil yang bertengger rapi di atas tembok pembatas tersebut.
Tembok pembatas itu tidak terlalu besar, kira- kira hanya berukuran 1 meter ke
samping, dan tingginya setinggi pundaknya Raja. Itulah sebabnya Raja harus
merunduk dan memipihkan tubuhnya. Supaya nggak ketahuan lagi ngintip.
Awas bintitan lho!
Raut wajah Raja
berubah seketika. Tak lagi sama dengan mentari pagi yang semakin lama semakin
terang sinarnya. Bahkan tak sesegar orang yang habis mandi pagi.
Akrab banget sih!
Raja masih ngumpet. Untunglah masih ada pelindung. Dari
celah dedaunan, Raja bisa melihat Ari yang terus mengeluarkan jurus gombalnya,
sekaligus melihat senyum di pagi harinya Caca.
Di awal, Raja bisa mendengar gombalan apa yang
dikeluarkan Ari. Tapi, lama kelamaan sara Ari kian mengecil sehingga Raja tak
bisa mendengar lebih jelas lagi. Bisa kebayang kan nguping di pagi hari, bercampur
suara ayam minta makan, burung- burung yang berterbangan bebas, lebih parahnya
lagi, di kosan sebesar ini orangnya kalau ngomong pada naik oktaf semua,
jelaslah Raja kurang bisa menerima dengan baik apa yang dikatakan Ar apa yang
dikeluarkan Ari. Tapi, lama kelamaan sara Ari kian mengecil sehingga Raja tak
bisa mendengar lebih jelas lagi. Bisa kebayang kan nguping di pagi hari,
bercampur suara ayam minta makan, burung- burung yang berterbangan bebas, lebih
parahnya lagi, di kosan sebesar ini orangnya kalau ngomong pada naik oktaf
semua, jelaslah Raja kurang bisa menerima dengan baik apa yang dikatakan Ari
pada Caca.
Baru tau kalau Ari doyan ngegosip juga. Batin Raja
lagi.
Segala prasangka buruk bergiliran muncul di kepala
Raja. Jangan- jangan mereka.. atau jangan-jangan..
PRRAAKK!!
Ceroboh!
Yah! Itu memang Raja.
Raja yang terlalu bersemangat mendengarkan isi
percakapan antara caca dengan Ari secara diam- diam, sampai nggak sengaja
menyenggol pot bunga yang tadi berguna untuk melindunginya. Pot itu bergeser
dan langsung meluncur ke bawah.
Yaaahh.. Ketahuan deh!
Raja menggigit bibir, mukanya tampak pucat dan mungkin
ada rasa malunya juga.
Mati deh, ketahuan ngintipin.
“Jiah, nih anak ceroboh amat sih!” ujar Ari sewot.
Ari ataupun Caca kontan bangkit ketika melihat wajah
panik Raja di balik tembok pembatas.
“Raja, ngapain di situ?” tanya Caca dengan mimik
khawatir.
“Kayaknya ada yang mau nguping nih!” sindir Ari.
“Siapa yang nguping? Gue.. Gue emang nggak sengaja
kok. Licin kali nih tembok, makanya potnya meluncur, terus jatoh deh!” ujar
raja membela diri. Nafasnya terdengar terengah- engah.
“Alesan!” sindir Ari lagi.
Raja sempat melirik, Caca tersenyum kecil mendengar
pertengkaran kecil mereka.
“Rajaaa.. Kamu apakan pot, tante?”
Raja makin panik. Tante Farah yang memang suka patroli
kalau pagi, shock melihat pot
bunganya pecah berantakan. Tante Farah lalu mengambil pecahan pot itu dan
memperlihatkannya ke Raja.
Sebenarnya tanpa diperlihatkanpun, Raja juga tau kalau
potnya pecah.
“Lihat nih! Pot Tante jadi pecah! Kamu apain sih?”
Pelototan Tante Farah membuat Raja makin panik. Mimpi
apa Raja kemaren? Disepagi ini sudah ketiban sial.
“Maaf tante, Raja nggak sengaja. Ntar Raja ganti deh
Tan. Pliss, jangan laporin ke Polisi yah Tan! Peace..” Raja mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya secara
bersamaan.
“Apa? Polisi? Kamu kira Tante sekeji itu apa?” mata
Tante Farah semakin lebar, dan Raja semakin galau dibuatnya.
“Siapa tau tanta bakalan ngelaporin Raja seperti kasus
di tivi kemaren. Nggak etis kan kalau Raja dipenjara 5 tahun gara- gara mecahin
potnya tante!”
“Ooohh, jadi kamu nyindir tante?”
Tante Farah tersinggung, dicampakkannya pecahan pot
tadi dan bertolak pinggang ke arah Raja, dan tak lupa pula pelototannya yang
kian lama kian seram.
“Bukan gitu juga maksud Raja, tante. Maaf tante! Entar
pulang kuliah Raja beli yang baru yah!” rayunya.
Hebat! Raja berhasil merayu Tante Farah. Kalau merayu
cewek lain, bakalan segamblang ini nggak ya?
Ari dan Caca yang turut menjadi saksi-pun tak
berkutik. Mereka hanya diam dan sesekali tersenyum geli melihat Tante Farah
yang terus melotot ke arah Raja.
**
“Pleaseee.. Gue nebeng yah! Kita kan satu tujuan!” pinta
Ari ke Raja yang bersih keukeuh tak mau ditumpangi.
“Haah? Satu tujuan? Jangan bilang kalau lo mau mampir ke
kosan gue lagi?”
Ari tak menjawab. Mimik wajahnya cukup untuk menjawab
pertanyaan Raja barusan.
“Eh, gue bilangin ya sama lo. Lo nggak usah deh
gangguin Caca lagi!” ujar Raja memperingati Ari yang roman- romannya akan
mendekati Caca terus.
“Lho, kenapa?” protes Ari. “Lo cemburu ya? lo cemburu
kan? Lo naksir juga yah sama Caca? Lo cinta sama dia?” tanyanya dengan curiga.
“Cemburu? Siapa lagi yang cemburu. Gue sama Caca itu
cuma temen. Gue nggak punya waktu buat ngurusin cinta. Nggak kayak elo, cinta
melulu yang ada di otak lo! I thought, love is damn! Cinta itu, bikin sengsara!”
ujar Raja meyakinkan Ari.
“Waaahh.. Lo belum kena batunya nih! Hati- hati lho
sama omongan lo! Jangan main- main sama yang namanya Cinta. Main ngutuk- ngutuk
segala lagi! Suatu saat, lo yang bakal dikutuk sama cinta! Kalau itu sampe
terjadi, gue angkat tangan deh! Rasain sendiri!”
“Whatever!”
“Dengerin gue! Cinta itu memang cuma satu kata, tapi
maknanya cuy, beuuuhh dalem bangeeet. Nggak bisa deh lo menjabarkan makna cinta
dalam kalimat apapun. Rasanya juga macem- macem. Kalau ada kebahagiaan, pasti juga
ada kesengsaraan. Jadi lo jangan songong, maunya bahagia melulu!”
“Nggak usah nasehatin gue deh lo! Gue cuma mau
peringatin elo aja, Caca itu cewek polos, cewek baik yang nggak punya waktu
buat nerima gombalan lo terus! Dia itu sibuk tau! Jadi, lo nggak usah deh
gangguin dia lagi!”
“Sibuk apaan? Dia bilang sama gue, dia nggak kuliah
kok!”
“Ya sibuk ngelarin novel- novelnya lah. Jangan sampe
ya, lo ngerusak semua mimpinya!” ancam Raja, jari telunjukknya pun tak
ketinggalan diacungkannya.
“Ooohh, jadi Caca itu penulis! Cocok dong sama gue.
Caca penulis, gue calon sutradara! Klop kan?” Kata Ari sambil memandangi
langit- langit kampus.
“Nih anak! Susah juga ya dibilangin. Caca itu ke Jakarta
buat ngebuktiin sama orang tuanya, kalau mimpinya menjadi penulis itu nggak
salah sama sekali, bukan untuk ngeladeni elo, dodol!”
TUK!
Saking gemesnya, Raja sampai ngejitakin kepalanya Ari.
Nggak ngerti juga dibilangin dari tadi, dan nggak peduli saat Ari mengaduh
kesakitan.
“Kalau nggak cinta, jangan sewot dong! Sakit tau!” Ari
mengusap kepalanya berulang kali supaya jitakan Raja barusan tak menimbulkan
benjolan. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Raja sendirian tanpa penjelasan
apapun juga. Katanya mau nebeng, kok malah ninggalin sih?
“Eh, gue belum selesei ngomong nih! Pokoknya awas ya
kalo lo tetep ngegombalin Caca. Awas lo!” teriaknya karena Ari semakin lama
semakin menjauh, dan sepertinya tak hirau lagi dengan ocehannya. “Ari.. Lo mau
ke mana? Katanya mau nebeng? Oeeyyy…”
Ari balik badan dan balik meneriaki Raja “Gue nggak
jadi nebeng. Gue mau mampir dulu ke florist!
Mau beli mawar buat Caca..” teriak Ari dengan nada yang menantang.
ARIIII….
**
Pulang kuliah, Raja shock melihat kondisi kamar sebelah. Di
situ Raja melihat garis polisi. Waduh, ada apa ini? Raja bingung tujuh sampe 8
keliling. Memangnya di kamar sebelah ada apa?
Sepertinya Raja harus
bertanya pada seseorang. Tanya ke Tante Farah kejauhan, tanya saja ke kamar
sebelahnya.
“Ca…”
Raja mengetuk pintu
kamar no 6. Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki mendekati. Caca ,membuka
pintu kamarnya dan melihat Raja berdiri di depannya sekarang.
“kamar sebelah
kenapa, Ca? kok ada garis polisinya?”
“Narkoba!”
“Razia?”
Caca mengangguk.
“Tepatnya, Razia dadakan. Kata Tante Farah, ia sengaja nggak melakukan razia
tanggal 10 kemaren. Katanya lagi, buat menangkap basah si Rendy!”
“Jadi, Rendy itu
pemakai?”
“Pengedar!” jawab
Caca.
Raja menggigit bibir.
Pengedar! Huih! Bisa dalem banget tuh hukuman. Hiii..
Raja bergedik,
membayangkan hukuman yang akan diterima tetangga kamar sebelah.
“Lo baru pulang?”
Raja mengangguk
cepat, lalu duduk di kursi yang ada di depan kamar Caca. Kursi itu juga yang
tadi pagi diduduki Caca bersama Ari. 5 detik kemudian, caca menyusul dan duduk
di samping Raja.
“Belakangan ini, gue
sering ngeliat lo bangun pagi. Udah pensiun jadi zombie ya?” ledeknya.
“Apaan sih? Gue kan
manusia, bukan zombie.” Sangkal Caca sembari memukul pundak Raja.
“Hehehe.. Biasanya
kan lo kalau pagi tidur. Bangunnya pas matahari di atas kepala! Atau jangan-
jangan lo sama sekali nggak tidur ya?” tebaknya.
“Gue baru baca, minum
kopi berlebihan bisa menimbulkan penyakit jantung! Gue nggak mau lah, masih
muda udah kena kanker jantung! Belum lagi resiko begadang! Sekarang, gue nggak
pernah tidur terlalu malam lagi. Gue stop minum kopi, dan gue stop kerjaan gue
di jam 11 malam. Lagipula, bangun pagi itu menyegarkan tau nggak!” jelasnya.
Bibir Raja membulat,
lalu disusul anggukan kepalanya. Sesekali, Raja mencuri- curi pandang senyuman
tipis caca.
Hape caca berdering,
Raja was- was. Raja langsung menebak, itu pasti Ari. Gila bener tuh anak. Udah
diperingatin malah nekat! Batinnya.
Caca merogoh saku
celananya, belum sampai ke telinganya, Raja malah refleks merebutnya dari
tangan caca.
“Raja..”
“Ini pasti Ari!
Reject aja! Kurang kerjaan banget sih ni orang!” Raja menekan tombol reject
tanpa membaca nama si pemanggil sama sekali.
“Raja!” bentak Caca.
“Apaan sih? Itu tadi nyokap gue, bukan Ari!”
“Haah?”
Raja gugup, dan malu
banget. Untung saja hape Caca kembali berdering, jadi Raja bisa lega.
“Nyokap gue nih,
bukan Ari!” ujar Caca takut kalau kalau Raja melakukan hal yang sama, lalu
menjawab panggilan Mamanya dengan segera. “Halo, Ma! Maaf Ma, tadi kepencet sama Caca. Nggak sengaja. Maaf ya
Ma..”
Raja bertambah malu.
Ia menutup kedua telinganya dengan telapak kedua tangannya. Nggak berani deh
nguping pembicaraan antara ibu dan anak.
“Emang kenapa sih
kalau yang nelpon Ari?” tanya Caca seusainya menjawab telpon dari Mamanya.
Barulah Raja berani membuka kupingnya yang sedari tadi ia tutup dengan telapak
tangannya.
“Ng.. Ari itu.. Ari
itu playboy, jadi gue.. gue nggak mau aja lo deket- deket sama playboy semacem
Ari!” Ujar Raja berusaha menormalkan kembali nada bicaranya yang terengah-
engah dan lebih mirip dengan atlit lari.
“Bertemen itu, nggak
boleh pilih- pilih, Raj. Ari itu temen lo kan? Berarti Ari juga temen gue!
Lagian playboy itu nggak jelek- jelek amat kok. Playboy kan juga manusia.”
“Jadi.. Lo suka sama
playboy?” tanyanya cemas.
“Ya nggak gitu juga
kali. Mana ada sih cewek yang suka dikadalin sama playboy cap buaya darat!
Termasuk gue juga. Maksud gue, apa salahnya bertemen sama Ari. Emang lo mau
punya temen kayak Rendy?”
“Iiihh.. Ogah deh!”
“Tuh kan!”
“Tapi…”
Handphone caca
berbunyi lagi, dan Raja takut kalau yang ini beneran Ari.
Supaya tidak
terulang, Caca menggenggam hapenya erat- erat supaya Raja tak bisa mengintip
siapa yang menelponnya. “Nomor baru!” ujar Caca sembari menjauhkan hapenya
jauh- jauh dari Raja.
“Nomor baru? Pasti
itu Ari. Matiin aja deh. Sini biar gue aja yang matiin!” Raja berusaha merebut
lagi, tapi Caca keburu refleks menjauhkan handphonenya dan menampel tangan
Raja..
“Bukan Ari! No Ari
udah gue save kok!”
“Ari itu…”
“Shut up!” bentak Caca. “Halo..”
Raja gagal lagi. Caca
keburu mengangkatnya, dan terpaksa ia harus curi- curi dengar. Siapa tau aja
beneran dari Ari.
“Awas ya lo, Ri.
Besok gue gibeng lo, kalo beneran elo!” batin Raja dengan muka serem. Berusaha
mendengarkan percakapan antara Caca dan Ari dengan hati- hati.
“Iya bener saya
Marsha Rania.”
“Kok malah nanyain
nama sih?”
“Haah? Yang bener,
mbak? Beneran lolos?”
“Pasti Mama..”
“Oke, mbak. Kalau
begitu saya akan kirim kembali naskahnya. Makasih ya mbak!” tutupnya.
Raja bangkit dari
tempat duduknya dan ingin kembali ke kamarnya.
“Eh, Raja! Lo mau ke
mana?” halau Caca.
“Ke kamar!”
“Sini dulu! Gue mau
kasih tau lo kabar gembira nih!”
“Kabar apa?” tanya
Raja dengan mimik wajah yang meyakinkan kalau ia bener- bener nggak tau kabar
apa yang akan diberitahukan Caca kepadanya.
“Tadi itu penerbit,
Raj! Naskah gue.. Naskah gue lolos, dan dalam pengerjaan penerbitannya, Raj.
Sebentar lagi gue punya buku!” ujarnya antusias.
“Serius lo?” Raja
duduk kembali dan memasang wajah terkejut, dan perfecto.
Caca mengangguk
dengan cepat.
“Ciee, first book
nih. Selamat ya, Ca!” Raja mengulurkan tangannya.
“Ikut gue yuk!”
“Ke mana?”
“Gue mau traktir lo,
sekarang!”
TO BE
CONTINUED…
**
Oleh : Vivie
Hardika SS..
Jangan lupa tulis kritik dan sarannya di dalam kotak
komentar yah! Tapi ingat, nggak boleh Copas.. Oke..
Xie xie Ni J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni