Susah sekali aku harus
menceritakannya. Tapi aku harus. Aku ingin kekesalan ini cepat berakhir
begitu aku selesai membuat kata terakhir. Aku merasa harus menuliskannya
karena hanya dengan menulislah aku bisa semakin lega. Itu mungkin saja.
Aku akan mencobanya.
Hari itu, aku tak pernah berpikir ini akan terjadi dalam hidupku. Ini sungguh memalukan buatku. Ini sangat menjijikkan bagiku. bahkan sampai hari ini aku masih berharap, itu hanya sebuah mimpi buruk yang akan pergi saat pagi datang.
Canda, tawa dan kebahagiaan yang aku bawa dari sana ditutup oleh keadaan yang jikalau aku katakan mungkin akan mengundang banyak tawa.
Dingin. Waktu itu dingin dan terasa tak nyaman. Aku mencoba bertahan, mungkin sebentar lagi akan sampai di rumah kalau aku tertidur dengan pulas. Aku yakin karena sebelum itu aku sudah mengukir cerita indah bersama temanku. Aku ingin memimpikannya saat itu juga.
Namun cerita itu berlanjut dengan kepedihan yang memalukan. Aku tak pernah berpikir mereka akan memperlakukan kami begitu. Mereka menyuruh kami pindah ke depan. Aku pikir ke jok depan. Dan ternyata, di depan bersama supir dan dua orang kenek yang menjijikkan sekali tingkahnya.
Aku merasa, pergi baik- baik saja, maka akan pulang dengan baik juga. Tapi apa? Perlakuan mereka menjijikkan. Hanya karena 30 ribu rupiah, mereka melecehkan kami berdua layaknya kami adalah wanita pinggir jalan.
30 ribu itu ongkos yang pantas menurut yang lain. Bahkan ada yang mengatakan aku bodoh mau membayar sebegitu lebihnya. Kalau saja kutahu akan begini aku akan kasih berapa yang mereka mau. Tapi terlanjur. Mereka bilang, 30 ribu itu tak layak karena bus mereka ber AC dan mewah. Hey, tadi pagi kami juga naik bus ber-AC dan mewah. Bahkan ongkosnya lebih murah. Tapi mereka baik. Tidak mengeluarkan kata- kata yang menjijikkan. Aku bahkan yakin mereka ayah yang baik. 30 ribu rupiah itu penyebab supir dan kenek bus M****R itu kurang ajar!
Mereka tidak menyentuh, tapi perkataan mereka menjijikkan dan layaknya dikatakan oleh orang biadap. Yah, mereka memang biadap pikirku. Aku menangis. Aku ingin lompat saja dari bus itu. Aku ingin, tapi aku masih punya iman. Aku masih punya Tuhan. Sepanjang jalan yang menempuh 2 jam perjalanan lagi untuk sampai kerumah, aku mengucapkan asma Allah. Aku berdoa kepadanya untuk selalu melindungiku dan juga temanku.
Ketakutan itu mulai datang. Bayangan gelap terus menghantuiku sehingga membuatku menangis terus. Mereka masih berbicara, mereka masih mengeluarkan kata- kata yang menjijikkan. Mereka terus membuat aku ingin bunuh diri. Tapi temanku mencairkan suasana. Aku mengerti hatinya juga merasakan ketakutan yang sama. Tapi aku belajar dari sikapnya untuk tidak terpancing emosi.
Pertolongan Tuhan datang. Bus berhenti, aku cepat keluar dan menumpahkan semua tangisku. Ketakutanku masih ada. Aku ingin cari bus lain. Bayar lagi tak apa, karena ini masih terlalu jauh dari rumah. Aku takut mereka semakin menjijikkan. Tapi lagi, temanku menahan. Dia bilang sabar. Jangan terpancing emosi. Mungkin mereka ingin mengobrol tapi dengan cara yang salah. Aku menurut.
Bus itu akan melanjut. Aku naik tapi terus pergi ke ruangan merokok.Aku tidak mau duduk di depan. Aku tak mau lagi. Di ruangan itu ada satu keluarga. Mereka merelakan satu tempat duduknya. Tapi hanya bisa dipakai untuk satu orang. Aku mengalahlah. Aku duduk di bawah. Ketika mereka datang aku bilang ingin membaca buku. Dan aku mencoba menghibur diri dengan membaca. Biarlah, pikirku.
Perjalanan masih jauh. Mungkin aku bisa membaca buku itu sampai habis. Tapi ruangan gelap. Aku mengelus dada. Aku tak bisa membaca. Alhasil aku tetap duduk. Duduk dan mencoba membayangkan kejadian 20 menit sebelumnya. Aku bilang jangan ingat itu. Aku bilang jangan. Aku mencoba memikirkan hal yang lain tapi pandangan itu tetap ada.
Akhirnya aku pulas sambil memegangi tiang. Yah, aku berdiri memegangi tiang. yah, aku tidur sambil berdiri. Aku pulas walaupun terkadang aku tersentak karena keadaan bus yang kurang nyaman berjalannya.
Perjalanan pulang yang menyakitkan. Aku tak akan lupa. Kenangan menyakitkan itu mungkin akan terus ada tapi aku harus kuat. Ini belum seberapa. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih memilukan nasibnya. Aku bersyukur dan terus bersyukur pada Tuhan karena sudah melindungiku. Memelukku ketika aku takut. Terimakasih Tuhan karena ada untukku.
Kalau ditanya trauma atau tidak, aku bilang iya. Iya ,aku trauma. Iya, aku sangat trauma. Aku berjanji tidak akan lagi duduk di bus yang sama meskipun bukan mereka pemandunya. Aku tidak akan naik ke dalam bus yang pemandunya seorang pria.
Hari itu, aku tak pernah berpikir ini akan terjadi dalam hidupku. Ini sungguh memalukan buatku. Ini sangat menjijikkan bagiku. bahkan sampai hari ini aku masih berharap, itu hanya sebuah mimpi buruk yang akan pergi saat pagi datang.
Canda, tawa dan kebahagiaan yang aku bawa dari sana ditutup oleh keadaan yang jikalau aku katakan mungkin akan mengundang banyak tawa.
Dingin. Waktu itu dingin dan terasa tak nyaman. Aku mencoba bertahan, mungkin sebentar lagi akan sampai di rumah kalau aku tertidur dengan pulas. Aku yakin karena sebelum itu aku sudah mengukir cerita indah bersama temanku. Aku ingin memimpikannya saat itu juga.
Namun cerita itu berlanjut dengan kepedihan yang memalukan. Aku tak pernah berpikir mereka akan memperlakukan kami begitu. Mereka menyuruh kami pindah ke depan. Aku pikir ke jok depan. Dan ternyata, di depan bersama supir dan dua orang kenek yang menjijikkan sekali tingkahnya.
Aku merasa, pergi baik- baik saja, maka akan pulang dengan baik juga. Tapi apa? Perlakuan mereka menjijikkan. Hanya karena 30 ribu rupiah, mereka melecehkan kami berdua layaknya kami adalah wanita pinggir jalan.
30 ribu itu ongkos yang pantas menurut yang lain. Bahkan ada yang mengatakan aku bodoh mau membayar sebegitu lebihnya. Kalau saja kutahu akan begini aku akan kasih berapa yang mereka mau. Tapi terlanjur. Mereka bilang, 30 ribu itu tak layak karena bus mereka ber AC dan mewah. Hey, tadi pagi kami juga naik bus ber-AC dan mewah. Bahkan ongkosnya lebih murah. Tapi mereka baik. Tidak mengeluarkan kata- kata yang menjijikkan. Aku bahkan yakin mereka ayah yang baik. 30 ribu rupiah itu penyebab supir dan kenek bus M****R itu kurang ajar!
Mereka tidak menyentuh, tapi perkataan mereka menjijikkan dan layaknya dikatakan oleh orang biadap. Yah, mereka memang biadap pikirku. Aku menangis. Aku ingin lompat saja dari bus itu. Aku ingin, tapi aku masih punya iman. Aku masih punya Tuhan. Sepanjang jalan yang menempuh 2 jam perjalanan lagi untuk sampai kerumah, aku mengucapkan asma Allah. Aku berdoa kepadanya untuk selalu melindungiku dan juga temanku.
Ketakutan itu mulai datang. Bayangan gelap terus menghantuiku sehingga membuatku menangis terus. Mereka masih berbicara, mereka masih mengeluarkan kata- kata yang menjijikkan. Mereka terus membuat aku ingin bunuh diri. Tapi temanku mencairkan suasana. Aku mengerti hatinya juga merasakan ketakutan yang sama. Tapi aku belajar dari sikapnya untuk tidak terpancing emosi.
Pertolongan Tuhan datang. Bus berhenti, aku cepat keluar dan menumpahkan semua tangisku. Ketakutanku masih ada. Aku ingin cari bus lain. Bayar lagi tak apa, karena ini masih terlalu jauh dari rumah. Aku takut mereka semakin menjijikkan. Tapi lagi, temanku menahan. Dia bilang sabar. Jangan terpancing emosi. Mungkin mereka ingin mengobrol tapi dengan cara yang salah. Aku menurut.
Bus itu akan melanjut. Aku naik tapi terus pergi ke ruangan merokok.Aku tidak mau duduk di depan. Aku tak mau lagi. Di ruangan itu ada satu keluarga. Mereka merelakan satu tempat duduknya. Tapi hanya bisa dipakai untuk satu orang. Aku mengalahlah. Aku duduk di bawah. Ketika mereka datang aku bilang ingin membaca buku. Dan aku mencoba menghibur diri dengan membaca. Biarlah, pikirku.
Perjalanan masih jauh. Mungkin aku bisa membaca buku itu sampai habis. Tapi ruangan gelap. Aku mengelus dada. Aku tak bisa membaca. Alhasil aku tetap duduk. Duduk dan mencoba membayangkan kejadian 20 menit sebelumnya. Aku bilang jangan ingat itu. Aku bilang jangan. Aku mencoba memikirkan hal yang lain tapi pandangan itu tetap ada.
Akhirnya aku pulas sambil memegangi tiang. Yah, aku berdiri memegangi tiang. yah, aku tidur sambil berdiri. Aku pulas walaupun terkadang aku tersentak karena keadaan bus yang kurang nyaman berjalannya.
Perjalanan pulang yang menyakitkan. Aku tak akan lupa. Kenangan menyakitkan itu mungkin akan terus ada tapi aku harus kuat. Ini belum seberapa. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih memilukan nasibnya. Aku bersyukur dan terus bersyukur pada Tuhan karena sudah melindungiku. Memelukku ketika aku takut. Terimakasih Tuhan karena ada untukku.
Kalau ditanya trauma atau tidak, aku bilang iya. Iya ,aku trauma. Iya, aku sangat trauma. Aku berjanji tidak akan lagi duduk di bus yang sama meskipun bukan mereka pemandunya. Aku tidak akan naik ke dalam bus yang pemandunya seorang pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni