Senin, 09 April 2012

MY SHORT STORY - KETULUSAN YANG INDAH

 KETULUSAN YANG I NDAH
VIVIE HARDIKA SS
 
MEDAN BISNIS, 08 APRIL 2012
 
"PMI lagi PMI lagi. Kayaknya kamu lebih mentingin PMI yah daripada aku.." omel Amel lewat telpon.
"Maaf ya sayang, aku bener-bener nggak bisa nemenin kamu ngejenguk tante kamu. Maaf ya sayang..."

"Kamu kapan bisanya. Udah berapa minggu kita nggak jalan? Aku kangen sama kamu, Def..."
"Tapi PMI lagi butuh bantuan aku, Mel. Maaf ya.. Maaaaaf banget..."
"Ya udah deh kalau kamu lebih mentingin PMI daripada aku..."
Tuuttt!! Tuuttt!! Tuuttt!!

"Kamu kenapa Mel?" Dira melihat gelagat kesal amel.
"Mel, aku punya usul buat jalan-jalan ke pedesaan. Kamu mau ikut?" Tanya Dira pada Amel. Mungkin saja Amel berniat ikutan.

"Jalan-jalan kok ke pedesaan. Males banget deh. Aku itu maunya jalan-jalan ke mall. Males aku jalan ke desa. Lama-lama kamu itu kayak Defry juga ya. Aku males tau!!!"

"Oh, kamu gak boleh gitu Mel. Kamu itu harus bangga dengan Defry yang super baik. Coba ntar kalau kamu yang kesusahan tapi gak ada yang mau nolongin, gimana?" Tiba-tiba Dira jadi sewot mendengar jawaban Amel.

"Iya aku ngerti. Aku paham apa yang orang lain alami. Tapi plis, jangan cerita tentang ketidakpedulianku lagi dong" Pinta Amel.

"Jadi, kamu mau gak ikut bareng aku jalan-jalan ke desa?"
"Iya aku mau. Aku ikut aja ke mana sahabatku pergi. Daripada entar aku dikira jahat!" Amel pun tersenyum kepada Dira.

"Kalau gitu, kamu siap-siap aja besok kita akan pergi"
Amel manyun. Sebenarnya Amel benar- benar ogah jalan- jalan ke desa. Wuih, nggak asik bener.

Apa yang bisa dilihat di desa? Paling hanya rumput-rumput hijau yang bergoyang. Sebenarnya Amel juga kesal kepada Defry yang sepertinya nggak peduli lagi padanya. Amel berniat menghilang untuk beberapa hari aja. Amel pingin lihat, apakah Defry nantinya kecarian atau malah bilang "aku malah nggak tahu kamu pergi ke desa!" seandainya itu jawaban Defry, Amel sudah siap untuk menendang Defry sekuat- kuatnya.

"Banyak banget bawaan kamu, Dir?" komentar Amel setelah memeriksa Tas ransel Dira. Dira hanya tersenyum saja tanpa memberi komentar.

"Iya, ini pasti sangat dibutuhkan oleh mereka" Sahut Dira
"Mereka siapa?" Tanya Amel ingin tahu.

"Entar juga kamu tahu Mel. Kalau kamu bawa apa aja?"
Mobil yang mereka naiki pun terus melaju dengan kencang. Membawa mereka ke sebuah desa di kecamatan Jati Luhur. Dan berhenti tepat di sebuah rumah kepala Desa setempat. Amel dan Dira pun turun dan masuk ke rumah tersebut. Mereka berdua di sambut hangat oleh kepala Desa tersebut. Wajah Amel yang cemberut pun tambah tertekuk. Bagaimana tidak, begitu ia turun dari mobil, banyak sekali sampah yang bertebaran di depan rumah. Rumah kepala desa tersebut dipenuhi dengan kotoran sisa banjir yang mengendap. Yah, beberapa hari yang lalu memang terjadi banjir bandang di desa ini. Tentu saja itu menyisakan sampah-sampah yang mengendap. Dan becek! Kesal sekali Amel rasanya.  

"Pak, gimana dengan kejadian banjir yang melanda desa ini. Maaf ya pak, kemarin, saya belum sempat kemari untuk terjun kelapangan. Masih sekolah soalnya." Kata Dira membuka pembicaraan dengan kepala Desa tersebut.

"Oh, tidak apa-apa neng. Kemarin juga ada relawan dari PMI yang datang kemari. Mereka memang pemuda yang berhati mulia. Bapak senang rasanya melihat jiwa- jiwa muda seperti Non mau terjun langsung ke lapangan."

"Iya dong Pak. Kalau bukan kami kami yang muda ini siapa lagi?" ujar Dira.
Tiba- tiba Amel merasa kesal dengan sikap Dira. Ternyata jauh-jauh datang kemari untuk membantu korban banjir. Gak ada bedanya juga nih sama Defry. "Tau gini kejadiannya, mending di rumah aja." kesal Amel.

"Ya sudah pak. Ayo kita pergi ke TKP, Pak. Saya sudah tak sabar ingin membantu mereka. Menghibur anak- anak juga."
"Mari Non, ikut Bapak.."

15 menit kemudian mereka pun telah sampai di posko penanggulangan banjir. Semua barang-barang yang di bawa oleh Dira dikeluarkan dan dikumpulkan ke dapur penampungan. Amel masih kesal dengan keadaan ini. Huh, kesel banget deh gue. Sumpeh deh, gue nyesellll banget. Berkali-kali Amel menggerutu dalam hatinya.

"Non Amel kenapa kok dari tadi diam saja?" tanya pak kades kepada Amel.
"Nggak apa, Pak."
"Baru pertama kali ya Non ikutan kegiatan seperti ini?"
"Iya pak." sahut Amel dengan sedikit memaksakan senyumnya.

"Ya sudah, semoga Non senang ya membantu para korban banjir. Hitung-hitung amal atuh Neng."
"Iya Pak".

Mereka bertiga terus berjalan hingga berhenti tepat di sebuah tenda. Di tenda tersebut terdapat seorang nenek yang sedang kebingungan melihat cucunya yang baru berumur 5 tahun sakit. Kondisi itu tiba-tiba membuat Amel merasa iba. Namun berusaha disembunyikannya karena malu dengan Dira.

"Nenek betah kan tinggal di tenda ini?" tanya Dira tiba-tiba.
Amel menggerutu. Nggak mungkin betahlah, Dir.

"Ya sebenarnya nggak sih Non. Banyak nyamuk. Tapi mau bagaimana lagi. Musibah ini peringatan dari Yang Kuasa, mungkin Nenek kurang bersyukur, jadi Yang Maha Kuasa menegur nenek seperti ini. Nenek sih ikhlas Non."

Amel makin terdiam. Benar juga kata nenek ini. Masih banyak yang nasibnya sama seperti nenek ini atau yang lebih parah juga ada. Masih banyak orang yang nasibnya kurang beruntung ketimbang Amel, tapi Amel lupa untuk bersyukur pada Sang Pencipta. Bagaimana kalau hal ini terjadi padanya? Mungkinkah Amel akan setegar nenek ini? Banjir bukan hanya melenyapkan rumahnya, namun juga membuat cucunya sakit.

"Yang sabar ya, Nek. Aku yakin semua ini pasti ada hikmahnya." Ujar Dira disusul dengan anggukan kepalaku.

Tak berapa lama, terdengar suara dari balik tenda.
"Assalamualaikum…" Sapanya di balik tenda
"Waalaikumsalam…" Jawab Amel, Pak Kades dan Dira juga nenek tersebut serentak.
"Nek, ini obat-obatan untuk nenek dan Lia. Di minum secara rutin yah, supaya Lia cepat sembuh."

"Makasih, Nak!"
"Defry.." Amel hampir saja tak percaya. Tapi  bukan hanya dia seorang yang kaget melihat Defry, Dira juga.

"Kalian datang juga? Kenapa nggak bilang ke aku? Tahu gitu, kita kan bisa bareng!"
Setelah tertunduk malu di dalam tenda tadi, Amel keluar dan tak berapa lama kemudian Defry menghampirinya.

 "Amel, maafkan aku ya. Aku gak bisa nganterin kamu lagi. Aku minta maaf banget karena waktuku gak bisa aku bagi untuk kamu…"

 "Seharusnya aku yang minta maaf sama kamu, Def. Maafkan aku Def, selama ini aku hanya sibuk ngomel-ngomel sama kegiatan kamu ini. Ternyata memang benar, membantu orang lain itu memberikan ketulusan yang indah. Thanks ya Def. Secara nggak langsung kamu memberikan aku pelajaran, bahwa masih banyak di luar sana yang nasibnya kurang beruntung daripada kita. Aku sadar akan hal itu, Def. Selama ini aku selalu ngeluh sama Mama kalau uang jajanku turun.

Sekarang aku ngerti, terus bersyukur kepada Yang Esa membuat kita damai. Karena dengan bersyukur, kita lupa kalau ada yang berkurang dari diri kita. Tapi kalau kita kurang bersyukur, kita akan selalu merasa Tuhan itu nggak adil. Ih, aku nggak mau ah begitu lagi."

Defry hanya bisa tersenyum melihat Amel bisa sebijak sekarang ini. "Aku seneng deh, kamu nggak hanya dukung kegiatan yang aku lakukan ini, tapi kamu juga ikutan di dalamnya. Kamu harus masuk anggota PMI nih, Mel…"

Amel menarik garis bibirnya. Benar! Amel akan gabung dengan tim PMI jika hatinya sudah menginginkannya. Bukan karena paksaan ataupun bukan karena Defry sang pacar juga anggota PMI.

**

2 komentar:

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni