Senin, 23 Mei 2016

A Little Story of 'Our Home'


Lama nggak nguprek-uprek ini halaman, jadi makin ngerasa bersalah.  Sebenarnya aku juga nggak enak ninggalin ‘rumah ini’ begitu lamanya sampai-sampai sawangnya bisa dimuseumkan. Halah!  Malah lebay-lebayan begini.
Selama ini aku belum juga menemukan topik menyenangakan untuk dibagikan di dalam blog. Bahkan sampai pertengahan tahun, tak satupun judul kuposting. Hebat banget, kan?
Don’t try what i've done if you still want to be a blogger!
Berhubung beberapa bulan terakhir aku lagi revisi naskah yang bertahun-tahun mengendap di dalam laptup, aku jadi kepikiran untuk ngangkat topik seputar proses menulis lagi dan lagi. Kali ini aku mau ngambil salah satu naskah yang udah aku posting ke akun wattpad-ku. Yang selama sebulan ini mati-matian kurevisi setelah setahun ngangkrak.


Our Home’ adalah naskah kesekian yang nasibnya sama dengan naskah-naskah lainnya. Terabaikan. Yang membuatnya terpilih untuk direvisi adalah, naskah ini lumayan istimewa. Bisa dibilang ‘Our Home’ adalah genre Domestic Drama atau Weddinglit pertama yang kutulis. Selama perjalanan kepenulisan aku cuma nulis genre unyu-unyu, teenlit. Dan terciptanya draft ‘Our Home’ bukan ide yang kebetulan nemu waktu lagi ngayal-ngayal cantik di tempat tidur. Atau ide-ide yang setan suguhkan pas saya lagi pipis.
Our Home’  punya kisah tersendiri di baliknya. Sedikit bocoran bahwa kisah Fab-Bian terinspirasi dari kisah nyata. Dan kisah nyata tersebut aku input ke dalam cerita sebanyak 50%. Woh! Selebihnya murni ngayal.
Our Home’ bercerita tentang si kembar yang cuma dibedakan oleh nama tengah saja di keluarga Runaka. Fabian Adinata Runaka, si bungsu lebih dulu menikah sementara Fabian Abinaya Runaka menyusul setahun kemudian. Kehidupan rumah tangga mereka begitu bahagia awalnya,  Fab dengan Laira dan Bian dengan Maya. Kedua pasangan ini tetap bahagia di dalam rumah keluarga Runaka. Sampai akhirnya suatu kejadian membuka kejadian-kejadian lain yang membuat keluarga Runaka mengalami kesedihan terus-menerus.
Kalau penasaran langsung ikutin aja kisahnya di sini aja ya.
Tujuanku menciptakan ‘Our Home’ adalah untuk membuat para pembaca tahu bahwa tujuan seseorang  hidup bukan mensyukuri apa yang diberikan kepadanya, namun juga mensyukuri apa yang tidak diberikan padanya. Semuanya akan mudah jika kita bisa menerima dan berdamai dengan keadaan. Haseek!
Our Home’ masih berjumlah 6 chapter di Wattpad dan akan terus diupgrade setiap hari rabu. Dan tujuan naskah ini kuupload di wattpad tak lain tak bukan ialah untuk menjaring lebih banyak pembaca. Supaya kedepannya bisnis saya bisa lebih menguntungkan. Langsung senyum jahat!
Sebenarnya ‘Our Home’ sudah pernah kukirim ke sebuah penerbit. Setahun yang lalu dan belum juga mendapat hasil reviewnya. Bisa jadi editornya pas baca prolog langsung muntaber, makanya nggak dilanjutin dan langsung di hapus dari komputer dan kenangannya. Apa ini? Untuk alasan itulah aku nekat upload, dengan maksud mendapat koreksian langsung dari pembaca. Dan hasilnya… Toweeeeng! Baru 6 chapter yang terupload, sudah banyak catatan yang kudapatkan. Begitu menyenangkan!
Saat ini draft pertamanya sudah selesai kurevisi tahap satu. Sekarang sedang menjalani revisi tahap dua. Ternyata benar kata ‘Dee’. Sebuah naskah akan ketahuan belangnya kalau sudah diendapkan. ‘Our Home’ sudah kuendapkan lebih dari setahun dan sensasinya sama seperti yang dikatakan pencipta Supernova itu. Aku menemukan belang dimana-mana dan makin tahu kenapa draft awalnya nggak dilirik sama editor. Hohoho…
Dan selagi menyelesaikan revisi season dua, aku kepikiran buat ngelanjutin sekuelnya yang juga udah begitu lama terabaikan. Parahnya lagi, berhenti di tengah jalan. Hah! Takkan kubiarkan ide-ide itu membusuk bersama daun-daun jambu yang dipenuhi ulat. Aku harus berjuang sampai titik darah penghabisan. Merdek-ah!
Nah, sebelum sekuel kedua dan ketiganya selesai, ada baiknya kamu baca sekuel pertamanya dulu ya. Hope you guys enjoy!
Berikut kusertakan salah satu chapter favoriteku dari sudut pandang pembaca.

2
RAHASIA FABIAN

Begitu tiba di tempat mobil Fab terparkit, Laira dikejutkan dengan sosok wanita berjaket bulu hitam sedang melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Fab. Semula Laira tidak percaya dengan penglihatannya. Sampai harus mengucek beberapa kali. Tapi laki-laki yang dipeluk wanita itu masih sama. Fab.
“Apa-apaan? Oh my, Fabian!”
Dua orang yang dilihatnya masih saling berpelukan itu menatapnya bingung. “Sorry? Lo manggil gue?” Kemudian keduanya saling berpandangan.
Darah Laira mendidih melihat tingkah Fab padanya. “Lo? Gue? Ngapain kamu?”  Tatapannya berkilat pada gadis di sebelah Fab. Yang masih saja melihatnya bingung.
Fab dan gadis asing itu berpandangan lagi, dan beralih memandang Laira dengan air muka sama.
“Kalian lagi ngapain, huh? Lepas, lepasin!” Laira menarik tangan gadis itu kasar. “How dare you!” Kedua tangan Laira mengepal. Ingin sekali meninju gadis itu sampai wajahnya tak berbentuk lagi.
“Hah?” Si gadis tambah tak mengerti. “Excusme, who are you?
“Harusnya gue yang tanya, siapa lo? Berani banget lo meluk-meluk Fabian kayak tadi. Apa lo saudaranya?”
Gadis itu  menggeleng.
“Udah gue duga. Lo ini cewek murahan.”
“Hah?”
“Terus kamu,” mata sinis Laira tertuju pada Fab yang terpelongo menatapnya. “Kamu membawaku ke sini cuma untuk melihat semua ini? Apa maksud kamu sebenernya? Dasar buaya!” Laira melayangkan tas tangan ke bahu Fab. Keras.
“Hei! Apa-apa—” belum selesai Fab mengeluh, Laira sudah memukul wajahnya dengan tas lagi. Bahkan terasa lebih sakit.
“Beraninya kamu membawa gadis lain di hadapanku? Nggak bisa dipercaya! Seharusnya dari awal aku nggak percaya semua perkataanmu. Dasar sial!” Laira menjadi beringas. Ia terus memukuli Fab dan tak membiarkan gadis di sampingnya membantu. Semakin gadis itu berusaha menghentikannya, semakin besar keinginannya untuk memutilasi Fab. “Ternyata selama ini kamu selingkuh di belakang—”
“Selingkuh?” gadis itu tersinggung. “Excusme, berani banget lo manggil gue selingkuhannya dan sekarang lo mukuli suami gue kayak gini. Berhenti nggak?!”
Kedua tangan Laira berhenti mendadak. “Suami? Lo bilang dia suami lo? Fabiaaannn!” Laira berteriak keras. “Keparat!” dan melanjutkan pukulannya pada Fab. Ia terlalu emosi hingga kedua matanya mulai memanas. 
“Hei! Hei! Hei! Berhenti memukulnya. Tolong!”
“Aku akan mencincangmu sekarang juga! Dasar penipu! Penjahat wanita! I hate you and I’ll kill you!!” Laira mengakhiri pukulannya dengan menendang selangkangan Fab.
“Aakkhh!” Fab tersungkur.
Laira puas sekali sudah menjatuhkan Fab, tapi lubang di hatinya tidak bisa ditutup begitu saja. Ia benar-benar sakit hati pada kenyataan yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata ayahnya benar, ia tidak mengenal siapa itu Fab. Setahun bahkan tidak cukup untuk mengetahui betapa kekasihnya selama ini adalah pembohong besar.
“Kenapa kamu ngelakuin ini, Fab?” Laira sesunggukan. “Kamu jahat banget. Jangan pernah lagi muncul di hadapanku!” Laira berlutut dan menangis tersedu-sedu. Kepalanya kini tak sanggup lagi menatap langit yang biru. Semua impian yang ia bangun telah hancur. Yang membuatnya semakin hancur adalah orang yang sangat ia percaya, juga cintai.
Bagaimana bisa Fab mengumbar cinta padanya selama ini? Selama ini Laira salah mengira. Ia pikir Fab tidak mengenalkan dirinya ke orang tua Fab karena dirinya juga tidak ingin mengenalkan Fab ke orang tuanya. Ternyata alasan Fab adalah status pernikahannya?
Fave? Kamu ngapain?”
Sebuah tangan yang terjulur ke bahu kirinya membuatnya refleks menengadah dengan wajahnya yang merah padam dan sepasang mata yang membengkak.
“Ayo bangun.” Itu suara Fab. “Itu kotor, ya ampun Fave. Kenapa, sih?” suara bass itu membuat Laira semakin marah. “Ayo bangun, sekarang!”
Laira terdiam, wajahnya memerah menahan amarah. Muak sekali mendengar suara Fab. Pintar sekali dia membuat lelucon. “Pergi!” sambil mengusap wajah basahnya.
“Oh, iya kita harus pergi. Yuk!”
I said, go!” Laira geram.
“Laira?” Fab menatap bingung gadisnya yang bangkit tanpa menatapnya tapi Fab bisa melihat air mata Laira dengan jelas. “Ada apa sih? Kenapa kamu nangis? Kelilipan?”
Get lost! Leave me!” Laira mengentakkan kaki. “Leave! kembali mengentak kaki kesal. “Le—” perintah Laira berhenti seketika melihat sosok lain di belakang wajah bingung Fab. “Fab?” tangannya terangkat pada orang yang ia pukulinya tadi. Yang sekarang berdiri di belakang mobil Fab bersama perempuan tadi.
Fab ada di sini? Lalu siapa yang ada di sana?
Laira terperangah. Emosinya yang meluap-luap berganti cepat, dengan perasan bingung yang menggunung. Bergantian memandangi antara Fab di hadapannya dengan Fab yang berjalan pincang dipapah oleh gadis tadi. Ini seperti mimpi. Fab ada dua? Apa Fab itu amoeba? Atau jangan-jangan Fab masih keturunan Naruto?
“Magis seperti apa ini? Bagaimana mungkin ada dua Fab di waktu dan tempat yang sama?” kepala Laira mulai berdenyut-denyut.
Fab yang berada di hadapannya terbatuk-batuk sembari mendekati Laira. “Oh! Hampir lupa. Ayo, aku kenalin sama tamu istimewanya.” Jelas Fab dengan tatapan meledek.
“Hah? Ja-jadi dia tamunya?” tiba-tiba Laira ingin bumi menelannya hidup-hidup.
***

Laira menelan ludahnya dengan susah payah saat mengingat bagaimana kekerasan yang ia lakukan pada orang ini. Seperti ada duri yang mengganggu tenggorokannya begitu melihat warna lebam di wajah Fab kedua. Belum lagi tampang gadis itu yang terus menyembunyikan tawa di balik telapak tangan, bikin Laira ingin cepat-cepat kabur dari sana.
“Dia ini Bian. Fabian Adinata Runaka, lima menit setelah kelahiranku.” Senyum Fab yang terlihat jenaka pun semakin menyebalkan.
Tangan Laira terangkat dan menuding Bian dengan gemetar. “Ja-jadi.” Laira menyentuh pipi Bian takut-takut. “Ke-ke-kembar?” Mulut Laira masih ternganga lebar dan menatap keduanya bergantian.
Fab bertolak pinggang. “Maya, kenapa kamu nggak bilang kalo aku tadi ke toilet?” Fab mendesis panjang. “Aku lupa kalau Laira nggak tahu apa-apa soal Bian. Laira, kamu bahkan nggak ingat aku pake baju apa? Keterlaluan banget.” Fab menggeleng prihatin.
“Mau gimana lagi? Aku juga terlanjur panik waktu Bian digebukin,” Maya terbatuk, seolah membunyikan alarm bagi Laira yang masih meraba-raba wajah Bian penuh keheranan.
“Ja-jadi namamu Laira?” Bian mulai risih dengan tangan-tangan Laira yang mencubit pipi, “hei. Hei.” dan menarik hidungnya dan menggerak-gerakkannya. Hanya untuk memastikan bahwa mereka benar-benar mirip.
Maya mengusap peluhnya. “Ini salahku juga sih, lupa kalau Bian juga punya kembaran.” Maya mengurai senyum  bersahabat pada Laira.
Laira menurunkan tangannya setelah sadar apa yang telah dilakukannya begitu mengganggu Bian. Sekarang ia bahkan tak dapat menatap wajah Bian dengan kepala tegak seperti sebelumnya.
“Lagian, lo kenapa nggak bilang kalau punya gue?” Bian ikut protes. “Dia hampir membuat masa depan keluarga kita hancur.” Refleks menutupi selangkangannya yang sudah lebih baik dari sebelumnya.
Laira memukul kepalanya pelan. Malu sekali mengingat kejadian tadi lagi.
“Hai, aku Maya. Istrinya Bian, kembaran calon suamimu.”
Tawa-tawa kecil yang dijejalkan oleh dua laki-laki kembar itu membuat pipinya semakin memerah.
***



10 komentar:

  1. waww panjang banget kayak bikin novel, aku sampe terharu krna belum sempet pipis nih, keasikan baca cerita kamu :D
    btw itu laira katanya ada duri ditenggorokan, diperiksain gih dipuskesmas, siapa tau sembuh, bahaya loh! pake paracetamol penanganan pertamanya

    BalasHapus
  2. Whahahaha jadi inget naskah aku yang belum diedit sama sekali, duhh sibuk selalu menjdi kambing hitam nih hihihi. Emang ternyatanulis novel gak segampang kelihatannya, cukup mwmbuat frustasi, aku aja yg ngendapin sebulan lalu, lebih tepatnya terpaksa diendapkan sih, merasa iyuhbaget, padahal waktu nulis pede banget.

    Anyway font blognya lucu, artistik gimana gitu. Tapi kalo baca artikel panjang cukup pegel juga ya di mata, apa mataku aja yang memang minus

    BalasHapus
  3. oh jadi ceritanya kembar ya,tapi mereka dulu pernah ketuker nggak ya pas waktu kecil hehehe, bagus ceritanya hehe

    BalasHapus
  4. Keknya gue juga setuju sih, sama pernyataan naskah yang diendapkan lama gitu, ketahuan belangnya. Malahan banyak. XD.

    Ow... jadi nggak ngeblog karena lagi males ngisi aja, ya. Kirian karena sibuk apa... gitu. Ow, ya. Tentang cerita kembar ini gue suka sih. Bahasa yang dipake santai dan sderhana. Ya, cukup mudah buat gue yg nggak ngerti nulis ini.

    Semoga kedepannya 'Our Home' bisa segera terbit. Soalnya keren juga ceritanya. Bisa salah gitu gara-gara sia Laira nggak tau kalo suaminya punya kembaran. XD

    BalasHapus
  5. Waaah, keren nih sudah punya novel dan sudah mulai di edit-edit. Mudahan aku bisa nyusul deh, hehehe

    Eh tapi kenapa di spoiler disini ceritanya -___-, tapi mudah mudahan kalau sudah selesai di edit, bisa diterima pernerbit terus resmi dapat titel penulis yaaa. Semangattt

    BalasHapus
  6. Wah dapet ilmu nih maen ke blog ini. Harus di endapkan dulu ya biar ketahuan belang.

    Kayaknya naskah yang di revisi dan lagi dibuat banyak banget deh. Gue doain semoga cepet kelar dan bisa tembus penerbit. Aamiin... :)

    BalasHapus
  7. Hai Vivie! Seneng deh denger semangat orang yang masih tetep nulis ketika naskahnya ditolak. Btw, aku pun punya pengalaman sama kayak kamu. Eh, kamu masih belum ada kejelasan ya? Coba aja tanya ke email penerbitnya, mungkin naskah kamu lupa terbaca. Secara kan yang masuk penerbit tiap hari pasti puluhan, bahkan ratusan.

    Tapi aku salut nih kamu udah mau belajar nge-publish di Wattpad. Aku sampe sekarang masih belum berani karena banyak alasan hehe. Tapi semoga aja kita bener-bener jadi penulis ya :D

    Untuk bahasa weedinglit, eh, bener ya? Ini udah cocok sih. Jadi nggak begitu formal dan kaku. Tapi tetep enak untuk dinikmati. Pokoknya jangan nyerah aja untuk terus revisi sampai kirim lagi ke penerbit ya!

    BalasHapus
  8. Wah, fix, ini semangat kamu keren banget. Gak ada kata nyerah demi sebuah tujuan. Yang lebih kerennya, kamu insiatif ngoreksi sendiri tulisan yg udah kamu kirim ke penerbit, tp belum di review. Wah, patut di contoh.
    Untuk cerita tentang 'Our Home', tulisannya enak buat di baca, asik aja gitu, selesai bacaa gak nyangka klo tulisannya ternyata pannjang wkwkwk.
    Kayaknya kamu coba kirim ulang lagi deh naskah kamu yg ini. Kali aja udah di revisi jadi bisa ngebuat penerbit lebih tertarik. Semoga aja Our Home bisa di bukukan. Amiin.
    Mangaaaaaatss..

    BalasHapus
  9. wih, muli membenahi naskah yang terabaikan ya? keren. gue tau banget tuh rasanya ngirim naskah ke penerbit, tapi nggak ada balasan. percis banget sama apa yang gue lakukan tahun lalu. hahah, itu perih sih :")

    BalasHapus
  10. halo kak. Perdana nih blogwalking di blog kaka dan ternyata baru habis hiatus ya dari ngeblog?

    Luar biasa semangatnya kak. Pantang pulang sebelum petang, pantang mundur, maju terus. Meski sudah ditolak, gak bikin jadi patah semangat gitu, malah terkesan penasaran "kenapa di tolah ya?" sampe akhirnya publish ke mana itu watt itu lah hahaha. Emang passion nya menulis nih, harus diperjuangin sampe revisian kelar trus diterima publisher, dan akhirnya gue beli deh trus di review, masuk ke blog. Yihaaaa :D

    Semangat terus yaa kaaaaak!!
    Btw suka sama se-bukan patah kata review ceritanya, easy going, enak dibaca, mudah dipahami, dan bikin pembaca masuk ke ceritanya gitu.

    BalasHapus

Jangan malu- malu untuk berkomentar. Silahkan berikan komentar terbaik anda ^_^ Xie Xie Ni